A. PENGERTIAN INTELIGENSI
Menurut
panitia istilah padagogik (1953) ia mengangkat pendapat Stern yang dimaksud
dengan inteligensi adalah “daya menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan
menggunakan alat-alat berfikir menurut tujuannya”. Stern menitikberatkan
masalah inteligensi pada soal adjustment
atau penyesuaian diri terhadap masalah yang dihadapinya.2
Thorndike
(lih. Skinner,1959) sebagai seorang
tokoh koneksionalisme mengemukakan pendapatnya bahwa “intelligence is demonstrable in ability of the individual to make good
responses from the stand point of truth or fact.”
Terman
memberikan pengertian inteligensi sebagai “…the
ability to carry on abstract thinking” ( lih. Harriman, 1958). Terman
membedakan adanya ability yang berkaita lokasi dengan hal-hal yang kongkrit, dan
ability yang berkaitan dengan hal-hal yang abstrak.
Freeman
memandang inteligensi sebagai (1)
capacity to integrate experiences; (2) capacity to learn; (3) capacity to
perform tasks regarded by psychologist as intelectual; (4) capacity to carry on
abstract thinking. (Freeman, 1959).[1]
Menurut
Morgan, dkk. (1984) ada dua pendekatan yang pokok dalam memberikan definisi
mengenai inteligensi itu, yaitu (1)
pendekatan yang melihat faktor-faktor yang membentuk inteligensi itu, yang
sering disebut sebagai pendekatan faktor atau teori faktor, dan (2) pendekatan
yang melihat sifat proses intelektual itu sendiri, yang sering dipandang
sebagai teori orientasi-proses (process-oriented
theories).[2]
B.
TEORI
INTELIGENSI
Teori-teori
inteligensi dapat digolongkan menjadi tiga. Penggolongan pertama adalah teori-teori
yang berorientasi pada faktor tunggal, yang kedua adalah teori yang
berorientasi pada dua faktor, dan yang ketiga adalah teori yang berorientasi pada faktor ganda.[3]
Berikut teori dalam inteligensi beserta nama tokohnya masing-masing :
a) Alfred
Binet (1857-1911)
Termasuk
salah satu ahli psikologi yang mengatakan bahwa inteligensi bersifat
monogenetik, yaitu berkembang dari satu faktor satuan atau faktor umum.
Inteligensi menurut Binet ini merupakan sisi tunggal dari karakteristik yang
terus berkembang sajalan dengan proses kematangan seseorang. Jadi untuk
mengetahui seseorang cukup inteligensi atau tidak, dapat diamati dari cara dan
kemampuannya untuk melakukan suatu tindakan dan kemampuannya untuk mengubah
arah tindakannya bila perlu.[4]
b) Edward
Lee Thorndike
Pada
dasarnya, teori Thorndike bahwa inteligensi terdiri atas berbagai kemampuan
fisik yang ditampakkan dalam wujud perilaku inteligen. Teori ini dikategorikan
dalam teori inteligensi faktor ganda. Ia mengklasifikasikan inteligensi ke dalam
tiga bentuk kemampuan, yaitu (1)
Kemampuan Abstrak, yaitu suatu kemampuan untuk bekerja dengan
menggunakan gagasan dan simbol-simbol, (2) Kemampuan Mekanik, yaitu suatu
kemampuan untuk bekerja dan kemampuan untuk dengan menggunakan alat-alat
mekanis dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan yang memerlukan aktivitas
indera-gerak, (3) Kemampuan Sosial, yaitu suatu kemampuan untuk menghadapi
orang lain di sekitar diri sendiri.
c) Charles
E. Spearman (1927)
Teorinya terkenal dengan sebutan
teori dua faktor (two-factor theory),
yaitu faktor-g dan faktor-s. Awal penjelasannya mengenai teori berawal dari
analisis korelasional yang dilakukan terhadap skor yang diperoleh dari tes.
Hasil analisis memperlihatkan adanya interkorelasi positif.
Interkorelasi
positif terjadi karena masing-masing tersebut memang mengukur faktor umum yang
sama, yang dinamainya faktor-g. Sedangkan
interkorelasi yang mengukur faktor yang spesifik saja disebut faktor-s. Interkorelasi yang melebihi
korelasi tes menurut Spearman dikatakan sebagai petunjuk adanya faktor-kelompok.[5]
Spearman
juga mengemukakan lima prinsip kuantitatif dalam kognisi, yaitu :
1. Energy
Mental. Setiap fikiran cenderung untuk menjaga total output kognitif
simultannya dalam kuantitas yang tetap walau bagaimanapun variasi kualitatifnya.
2. Kekuatan
Menyimpan (retentivity). Terjadinya peristiwa kognitif menimbulkan
kecenderungan untuk terulang kembali.
3. Kelelahan.
Terjadinya peristiwa kognitif menimbulkan kecenderungan untuk melawan ulangnya
peristiwa tersebut.
4. Kontrol
Konatif. Intensitas kognisi dapat dikendalikan oleh konasi (motivasi).
5. Potensi
Primordial. Setiap manifestasi dari keempat prinsip kuantitatif terdahulu akan
ditimbun di atas potensi awal individu yang bervariasi.
Dapat dikemukakan bahwa menurut Spearman
tiap-tiap performance selalu ada
faktor-g dan faktor-s, atau dapat dirumuskan : P = G + S.[6]
Tetapi karena faktor-s bersifat khusus, maka individu menghadapi persoalan yang
berbeda-beda maka faktor-s nya pun juga akan berbeda. Misalnya orang menghadapi
5 macam problem berbeda, maka secara skematis dapat dikemukakan sebagai
berikut,
P1
= G + SI
P2
= G + S2
P3
= G + S3
P4
= G + S4
P5
= G + S5
d) Louis
Lein Thurstone (1938) & Thelma Gwinn Thurstone (1941)
Dari
hasil analisis L.L. Trustone dan T.G. Thurstone yang dilakukan terhadap data
skor rangkaian 56 tes, mereka tidak menemukan bukti mengenai adanya faktor
inteligensi umum. Menurut L.L. Trustone
faktor umu tersebut memang tidak ada, yang benar adalah bahwa inteligensi dapat
digambarkan sebagai kemampuan mental primer. Suatu perilaku inteligen menurut
mereka adalah hasil dari bekerjanya kemampuan mental tertentu yang menjadi
dasar performansi dalam tugas tertentu.
Oleh
karena itu, kesimpulan mereka, terdapat sutu faktor umum lain yang lebih rendah
tingkatannya yang berupa faktor-g tingkat
dua, inilah yang menjadi dasar bagi semua faktor-faktor lain.
e) Cyril
Burt (1949)
Beranggapan
bahwa faktor-faktor kemampuan merupakan suatu kumpuan yang mengorganisasikan
secara hirarkis (Buss & Poley, 1976). Teorinya mengatakan bahwa kemampuan
mental terbagi atas beberapa faktor yang berada pada tingkatan-tingkatan yang
berbeda. Yaitu satu faktor Umum (general),
faktor Kelompok Besar (broad group),
faktor Kelompok Kecil (narrow group),dan
faktor spesifik (specific).
Untuk
diketahui, model hirarkis yang dikemukakan Burt pada prtimbangan analitis
faktor luar, bukan didasarkan pada proses induktif yang berasal dari studi
empris.
f) Philip
Ewart Vernon (1950)
Sebagaimana
Burt, Vernon mengemukakan pula model hirarkis dalam menjelaskan teorinya
mengenai inteligensi. Di bawah faktor-g terdapat dua jenis kelompok kemampuan,
yaitu kemampuan verbal-educational
(v:ed) dan practical-mavhanical
(k:m). kemampuan ini termasuk dalam faktor inteligensi yang utama atau kelompok
mayor.
Vernon
sendiri berpendapat bahwa sebenarnya faktor-faktor spesifik itu tidak hanya
banyak memiliki nilai praktis, dikarenakan kuarang jelas relevansinya dengan
kehidupan nyata sehari-hari. Maka, lebih baik membicarakan faktor yang lebih
umum, karena faktor umumlah yang berkorelasi lebih konsisten dan substansial
dengan masalah kehidupan sehari-hari.
g) Joy
Paul Guilford (1959)
Konsepsi
Guilford dipandang sebagai kontribusinya yang sangat signifikan dalam
mengembangkan teori inteligensi pada khususnya dan teori kemamuan mental pada
umumnya, adalah teori mengenai structure
of intellect (SI).
Model teori SI Guilford dalam bentuk
sebuah kubus atau kotak berdimensi tiga yang masing-masing mewakili satu
klasifikasi faktor-faktor inteligensi yang bersesuaian satau sama lain. Dimensi
pertama, isi (contect), terurai dalam
empat bentuk, yaitu figura (figural),
simbol (syimbolic), semantic (semantic), dan perilaku (behavior). Dimensi kedua, operasi (operation), terurai dalam lima proses,
yaitu kognisi (cognition), ingatan (memory), produksi konvergen (convergent production), produksi
divergen (divergent production), dan
evaluasi (evaluation). Dimensi
ketiga, prodak (product), terurai
dalam enam jenis, yaitu satuan (unit),
kelas (class), relasi (relation), system (system), transformasi (tansformation),
dan implikasi (implication). Dengan
demikian akan terdapat 4x5x6 = 120 macam kombinasi dimensi yang merupakan
faktor kemampuan yang berlainan dihipotesiskan sebagai sumber terbentuknya
kemampuan-kemampuan mental yang berbeda macamnya. Dari 120 an kira-kira
nya telah dibuktikan bersifat empiris dan
sisanya masih dalam penelitian.
h) Halstead
(1961)
Teori
inteligensi Halstead merupakan teori yang menggunakan pendekatan neurobiologist, berkaitan dengan
terdapat sejumlah fungsi otak yang berkaitan dengan inteligensi dan relatif
bebas dari aspek-aspek kebudayaan. Fungsitak ini memiliki dasar biologis dan
berlaku bagi fungsi otak setiap individu. Oleh karena itu, inteligensi yang
dikemukakan tersebut sebagai inteligensi biologis.
i)
Donald Olding Hebb
Dalam
teorinya, Hebb membedakan inteligensi atas dua macam, yaitu Inteligensi A dan
Inteligensi B.
Inteligensi
A merupakan kemampuan dasar manusia untuk belajar dari lingkungan dan
menyesuaikan diri dengan lingkungan tersebut, yang ditentukan oleh kompleksitas
dan kelenturan sistem saraf pusat, yang dipengaruhi oleh gen.
Inteligensi
B merupakan tingkat kemampuan yang diperlihatkan oleh seseorang dalam bentuk
perilaku yang dapat diamati secara langsung. Bila inteligensi A dapat dikatakan
sebagai kemapuan potensial, maka inteligensi B merupakan kemampuan aktual.
j)
Raymond Bernard Cattell (1963)
Dalam
teorinya mengenai organisasi mental, Cattel mengklasifikasikan kemampuan mental
menjadi dua macam, yaitu Inteligensi Fluid
(gf) yang merupakan faktor bawaan biologis, dan Inteligensi Crystallized (gc) yang merefleksikan
adanya pengaruh pengalaman, pendidikan, dan kebudayaan dalam diri seseorang.
Inteligensi
Fluid cenderung tidak berubah setelah
usia 14 -15 tahun sedangkan Inteligensi Crystallized
masih dapat terus berkembang sampai umur 30-40 tahunan, bahkan lebih, karena
perkembangan Inteligensi Crystallized tergantung
pada bertambahnya pengalaman dan pengetahuan.
k) Jean
Piaget
Teori
Piaget merupakan teori inteligensi yang menekankan pada aspek perkembangan
kognitif, tidak merupakan teori yang mengenai struktur inteligensi semata-mata.
Ia menyimpulkan dalam prinsip teorinya bahwa daya fikir atau kekuatan mental
anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif. Konsepnya bahwa inteligensi merupakan suatu
bentuk keseimbangan yang dituju oleh semua struktur kognitif.
Seringkali,
cara berfikir pada tingkat inteligensi praktis tidak hanya terjadi pada anak
kecil saja, tapi orang dewasa juga yaitu pada saat melakukan sesuatu tetapi
tidak memahami apa yang dilakukan.
l)
Howard Gardner
Gardner
merumuskan teori Inteligensi Ganda (multiple
intelligence) bahwa pandangan dari sisi psikometri dan kognitif saja
terlalu sempit untuk menggambarkan konsep inteligensi. Pendekatan teori ini
berorientasi pada struktur inteligensi.
Tujuh
macam inteligensi berhasil diidentifikasi oleh Gardner[7],
yaitu :
1. Inteligensi
Linguistik, banyak terlibat dalam membaca, menulis berbicara, danmendengar.
Aktivitas linguistic terletak pada bagian otak.
2. Intaligensi
Matematik-Logis,inteligensi yang digunakan untuk memecahkan problem berbentuk
logika simbolis dan matematika abstrak.
3. Inteligensi
Spatial, digunakan dalam mencari cara untuk berpindah tempat dari satu tempat
ke tempat lain untuk mengatur isi koper agar memuat barang-barang dengan
efisien.
4. Inteligensi
Musik, berfungsi dalam menyusun lagu, bernyanyi,memainkan alat musik, ataupun
sekedar mendengarkan music.
5. Inteligensi
Kelincahan Tubuh, diperlukan dalam aktivitas-aktivitas atletik, menari,
berjalan, dan semacamnya.
6. Inteligensi
Interpersonal, digunakan dalam berkomunikasi, saling memahami, dan berinteraksi
dengan orang lain.
7. Inteligensi
Intrapersonal, sangat dibutuhkan untuk memahami diri sendiri.
Oleh
karena itu, teori Gardner dimaksudkan sebagai sanggahan atas pendapat yang
mengatakan hanya ada kemamuan umum sebagai konseptunggal inteligensi.
m) Robert
J. Sternberg
Teori
yang dikemukakan Sternberg dikenal dengan nama teori inteligensi Triarchic. Teori yang berusaha
menjelaskan secara terpadu hubungan antara (a)inteligensi dan dunia inteligensi
seseorang, atau mekanisme mental yang mendasari perilaku inteligen, (b)
inteligensi dan dunia eksternal seseorang, atau penggunaan mekanisme mental
yang sehari-hari guna mencapai kesesuaian dengan lingkungan, dan (c) inteligensi
dan pengalaman, atau peranan perantara antara dunia eksternal dan internal
dalam hidup seseorang.
C. JENIS-JENIS INTELIGENSI
Selain
bahwa setiap individu memiliki inteligensi yang berbeda-beda , ternyata
inteligensi memiliki berbagai jenis. Teori yang paling mutakhir tentang
jenis-jenis inteligensi, yaitu teori multiple intelligence ‘kecerdasan majemuk’
yang dikemukakan oleh Dr. Howard Gardner[8],
yaitu :
v Kecerdasan
Linguistic Verbal
Kecerdasan
ini berupa kemampuan untuk menyusun
pikirannya dengan jelas juga mampu mengungkapkan pikiran dalam bentuk kata-kata
seperti berbicara, menulis, dan membaca. Orang dengan kecerdasan verbal ini
sangat cakap dalam berbahasa, menceritakan kisah, berdebat, berdiskusi, melakukan
penafsiran, menyampaikan laporan dengan berbagai aktivitas.
Kecerdasan memiliki ciri-ciri
sebagai berikut :
a.
Mampu membaca, mengerti apa yang dibaca
b.
Mampu mendengar dengan baik dan memberikan respons
dalam suatu komunikasi verbal
c.
Mampu meniru suara, mempelajari bahasa, mampu
membaca karya orang lain.
d.
Mampu menulis dan berbicara secara efektif
e.
Tertarik pada karya jurnalis, berdebat, pandai
menyampaikan cerita.
v Kecerdasan
Logiko-Matematik
Ciri-cirinya
adalah :
a.
Mengenal dan mengerti konsep jumlah, waktu dan
prinsip sebab akibat.
b.
Mampu mengamati objek dan mengerti fungsi dari objek
tersebut.
c.
Pandai dalam pemecahan masalah yang menuntut
pemikiran logis.
d.
Berfikir secara matematis dengan mengumpulkan
bukti-bukti membuat hipotesis merumuskan dan membangun argumentasi kuat.
v Kecerdasan
Spasial-Visual
Kecerdasan
ini ditunjukan oleh kemampuan seseorang untuk melihat secara rinci gambar
visual yang terdapat disekitarnya. Dan memiliki ciri:
a.
Senang mencoret-coret, menggambar.
b.
Senang belajar dengan grafik peta dan diagram atau
alat bantu visual lainnya.
c.
Kaya akan hayalan, imaginasi dan kreatif.
d.
Menyukai poster, gambar, film dan presentasi visual
lainnya.
v Kecerdasan
Ritmik-Musik
a.
Menyukai banyak alat musik
b.
Mudah mengingat lirik lagu dan peka terhadap
suara-suara
v Kecerdasan
Interpersonal
a.
Mengenal emosi diri sendiri dan orang lain
b.
Termotifasi dalam mengejar tujuan hidup
c.
Mampu bekerja mandiri, mengembangkan kemempuan
belajar yang berkelanjutan dan mau meningkatkan diri.
D. FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI INTELIGENSI
Halstead
mengemukakan adanya empat faktor inteligensi[9],
yaitu :
a. Faktor
Central Integrative ( C )
Faktor ini berupa kemampuan untuk
mengorganisasikan pengalaman. Fungsi faktor ini adalah penyesuaian, dimana
latar belakang pengalaman seseorang dan hasil belajarnya akan akan mengintegrasikan
pengalaman–pengalamannya yang baru.
b. Faktor
Abstraction (A)
Merupakan kemampuan mengelompokkan
sesuatu dengan cara yang berbeda, dan kemampuan untuk melihat kesamaan dan
perbedaan yang terdapat diantara benda, konsep dan peristiwa.
c. Faktor
Power
Merupakan kekuatan otak (power)
dalam arti tenaga yang utuh. Termasuk dalam faktor ini adalah kemampuan untuk
mengekang afeksi sehingga kemampuan-kemampuan rasional dan intelektual dapat
tumbuh dan berkembang.
d. Faktor
Directional (D)
Merupakan kemampuan yang memberikan
arah dan sasaran bagi kemampuan-kemampuan individu. Kemampuan ini menunjukkan
dengan spesifik cara mengekspresikan intelek dan perilaku.
Kontroversi mengenai apakah
inteligensi lebih ditentukan oleh faktor bawaan (genetically determined) ataukah oleh faktor lingkungan (learened) terus berlangsung. Sebenarnya
, kontroversi ini tidak hanya mengenai inteligensi melainkan mengenai pula
berbagai atribut psikologis lainnya dalam diri manusia, yaitu :
·
Determinasi Faktor Bawaan
Faktor bawaan, yang disebut juga
faktor keturunan atau faktor herediter,
adalah faktor-faktor yang menjadi penyebab mengapa ikan berenang , burung
terbang, sapi berkaki empat, harimau makan daging, dan sebagainya. Hal yang
sama menentukan mengapa ada manusia bermata biru, ada yang pendek, ada yang
berkulit putih. Faktor herediter menentukan batas dan kemungkinan apa yang
dapat terjadi pada organisme dalam lingkungan kehidupannya.
Secara biologis, individu berkembang
dari dua sel benih yaitu sel telur (ovum) yang ada pada ibu dan sel sperma
yang berasal dari ayah dan akan membuahi sel telur. Sperma dan sel telur
masing-masing berisi 23 kromosom, yaitu struktur yang berisi faktor-faktor
herediter. Di dalam setiap kromosom terdapat struktur yang lebih kecil lagi
yang di sebut gen . Gen inilah yang
sesungguhnya menjadi penentu sifat-sifat unik yang akan diturunkan seperti
warna mata, warna rambut, dan kulit. Pada saat terjadinya pembuahan , sel telur
dan sperma menyatu membentuk suatu sel tunggal yang berisi 46 kromosom yang
masing-masing 23 berasal dari ibu dan 23 berasal dari pihak ayah. Keempat puluh
enam kromosom ini kemudian merupakan 23 pasangan. Setiap sel dalam kromosom
membelah menjadi dua kromosom sehingga masing-masing sel baru berisi 46
kromosom yang serupa satu sama lain.
·
Determinasi Faktor Lingkungan
Pengaruh lingkungan terhadap
individu sebenarnya telah diawali sejak terjadinya pembuahan. Sejak pembuahan
sampai saat kelahiran, lingkungan telah mempengaruhi calon bayi lewat ibunya.
Misalnya, defisiensi kalsium dalam aliran darah sang ibu dapat menyebabkan
abnormalitas tulang bayi. Seorang anak dapat terlahir cacat dikarenakan
lengannya terjerat oleh tali pusat sewaktu masih dalam kandungan.
Setelah kelahiran, pengaruh faktor
lingkungan terhasap individu semakin penting dan besar. Proses yang paling
berpengaruh setelah masa ini adalah proses belajar (learning) yang menyebabkan perbedaan perilaku individu satu dengan
yang lainnya. Apa yang di pelajari dan diajarkan pada seseorang akan sangat
menentukan apa dan bagaimana reaksi individu terhadap stimulus yang
dihadapinya. Sikap, perilaku, reaksi emosional, dan semacamnya merupakan
atribut yang di pelajari dari lingkungan. Lewat proses belajar, pengaruh budaya
secara tidak langsung juga mempengaruhi individu. Standar dan norma sosial yang
berlaku pada suatu kelompok budaya tempat individu berada akan menentukan apa
yang benar dan apa yang salah, apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap
buruk. Norma itulah yang akan menjadi acuan individu dalam berfikir dan
berperilaku.
Demikianlah pengaruh faktor warisan
yang dibawa individu sejak dalam kandungan dan pengaruh lingkungan tempat dia
berada dan dibesarkan akan bersama-sama membentuk sifat dan karakter dalam diri
manusia sehingga individu yang satu tidak persis sama dengan individu yang
lainnya.
[1]
Ibid., hlm. 192
[2]
Ibid, hlm. 193
[3]
Saifuddin Azwar, Pengantar Psikologi
Inteligensi Ed.I (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offet, 1996), hlm. 14
[4]
Ibid., hlm.15
[5]
Ibid., hlm. 20-21
[6]
Bimo Walgito, Op.Cit.,hlm.194
[7]
Syariffudin Azwar, Op.Cit., hlm.
42-43
[8]
http://psychologymania.wordpress.com/2011/07/09/jenis-%E2%80%93-jenis-inteligensi-menurut-howard-gardner/
[9]
Ke empat faktor disebut dengan ‘Halsted’ sebagai inteligensi biologis