Total Tayangan Halaman

Rabu, 18 Februari 2015


LATAR BELAKANG REFORMASI

oleh : Yaumul Markh (SMA 1 WIRADESA)
            Reformasi merupakan suatugersakan yang menghendaki adanya perubahan dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara kea rah yang lebih baik secara konstitusional. Artinya, adanya perubahan kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hokum, sosial dan budaya yang lebih baik, demokratis berdasarkan prinsip kebebasan, persamaan dan persaudaraan.
            Gerakan reformasi lahir sebagai jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi kehidupan. Krisis politik, ekonomi, hokum dan sosial merupakan faktor-faktor yang mendorong lahirnya gerakan reformasi. Bahkan krisis kepercayaan telah menjadi salah satu indicator yang menentukan. Reformasi dipandang sebagai gerakan yang tidak boleh ditawar-tawar lagi dan oleh karena itu, hampir semua rakyat Indonesia mendukung sepenuhnya gerakan reformasi tersebut.
            Tujuan lahirnya gerakan reformasi adalah untuk memperbaiki tatanan peri kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kesulitan masyarakat dalam memenuhi kehidupan pokok merupakan actor atau penyebab utama lahirnya gerakan reformasi.
Faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya reformasi 1998 yang merupakan usaha menggulingkan pemerintahan Soeharto pada masa orde baru di Indonesia. Krisis finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin besarnya ketidakpuasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto saat itu menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai organ aksi mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia.
Pemerintahan Soeharto semakin disorot setelah Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 yang kemudian memicu kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Gerakan mahasiswa pun meluas hampir diseluruh Indonesia. Di bawah tekanan yang besar dari dalam maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya.
    




A.    KRISIS POLITIK
Krisis politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan puncak dari berbagai kebijakan politik pemerintah Orde Baru. Ciri-ciri kehidupan politik yang represif, artinya adanya tekanan yang kuat dari pemerintah terhadap pihak oposisi atau orang-orang yang berpikir kritis, yaitu :
1.      Setiap orang atau kelompok yang memgkritik kebijakan pemerintah dituduh sebagai tindakan subvertif ( tindakan yang menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia )
2.      Pelaksanaan Lima Paket UU Politik yang melahirkan demokrasi semu atau demokrasi rekayasa
3.      Terjadinya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang merajalela dan masyarakat tidak memiliki kebebasan untuk mengontrolnya
4.      Pelaksanaan Dwi Fungsi ABRI yang memasung kebebasan setiap warganegara sipil untuk ikut berpartisipasi dalam pemerintahan
5.      Terciptanya masa kekuasaan presiden yang tak terbatas. Meskipun Suharto dipilih menjadi presiden melalui siding umum MPR, tetapi pemilihan itu merupakan hasil rekayasa dan tidak demokratis.
Dalam UUD 1945 Pasal 2 disebutkan bahwa : “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR. Secara de jure kedaulatan tersebut dilakukan oleh MPR sebagai wakil-wakil rakyat, tetapi secara de facto anggota MPR sudah diatur dan direkayasa, sehingga sebagian anggota MPR itu diangkat berdasarkan ikatan kekeluargaan ( Nepotisme ).
Keadaan ini mengakibatkan ketidakpercayaan kepada institusi pemerintahan, DPR dan MPR yang menimbulkan munculnya gerakan reformasi yang menuntut agar dilakukan pembaharuan terhadap Lima Paket UU Politik yang dianggap menjadi sumber ketidakadilan, diantaranya :
v  UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum
v  UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedaulatan, Tugas dan Wewenang DPR atau MPR
v  UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golkar
v  UU No. 5 Tahun 1985 tentang Referendum
v  UU No.8 Tahun 1985 tentang Organisasi Masa

Praktik KKN merebak di tubuh pemerintahan dan tidak mampu dicegah karena banyak pejabat orba yang berada di dalamnya. Dan anggota MPR/DPR tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik dan benar karena keanggotaannya ditentukan dan mendapat restu dari penguasa.
Sikap yang otoriter, tertutup, tidak demokratis, serta merebaknya KKN menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat. Gejala ini terlihat pada pemilu 1992 ketika suara Golkar berkurang cukup banyak. Sejak 1996, ketidakpuasan masyarakat terhadap orba mulai terbuka. Muncul tokoh vokal Amien Rais serta munculnya gerakan mahasiswa semakin memperbesar keberanian masyarakat untuk melakukan kritik terhadap pemerintahan Orba.
 Puncak perjuangan para mahasiswa terjadi ketika berhasil menduduki gedung MPR/DPR pada bulan Mei 1998. Karena tekanan yang luar biasa dari para mahasiswa, tanggal 21 Mei 1998 Presiden menyatakan berhenti dan diganti oleh wakilnya BJ Habibie.















B.     KRISIS HUKUM
Rekayasa-rekayasa yang dibangun pemerintahan tidak hanya terbatas pada bidang politik saja, tetapi dalam bidang hokum pun pemerintah melakukan intervensi. Artinya, kekuasaan peradilan harus dilaksanakan untuk melayani kepentingan para penguasa dan bikan untuk melayani masyarakat dengan penuh keadilan. Bahkan, hokum sering dijadikan alat pembenaran para penguasa.
Namun, kenyataannya itu dangat bertentangan dengan ketentuan pasal 24 UUD 1945 yang menyatakan bahwa : “Kehakiman memiliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintah ( Eksekutif ). Akan tetapi pada kehidupan yang nyata bahwa kekuasaan kehakiman dibawah kekuasaan eksekutif. Olehkarena itu, pengadilan sangat sulit mewujudkan keadilan bagi rakyat, karena hakim-hakim harus melayani kehendak penguasa. Tidak berfungsinya lembaga kehakiman secara maksimal dan murni karena kekuasaannya berada di bawah, sehingga meluasnya praktek-praktek KKN di parlemen. Serta belum tercapainya keadilan dalam perlakuan hokum yang sama diantara warga Negara.
Sejak munculnya gerakan reformasi yang dimotori oleh kalangan mahasiswa, masalah hokum juga menjadisalah satu tuntutannya. Masyarakat menghendaki adanya reformasi di bidang hokum agar dapat mendudukan masalah-masalah hokum pada posisi sebenarnya agar siap menyongsong di era keterbukaan ekonomi dan globalisasi.










C.    KRISIS EKONOMI
Krisis ekonomi atau krisis moneter yang melanda Negara-negar di Asia Tenggara sejak Juli 1996 memengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ternyata, ekonomi di Indonesia tidak mampu menghadapi krisis global yang melanda dunia. Krisis ekonomi Indonesia diawali dengan melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat. Pada tanggal 1 Agustus 1997, nilai tukar Rupiah turun dari Rp 2.575,00 menjadi Rp 2.603,00 per Dollar AS. Pada bulan Desember1997, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS turun menjadi Rp 5.000,00 per Dollar. Bahkan pada bulan Maret 1998, nilai tukar Rupiah terus melemah dan mencapai titik terendah yaitu Rp 16.000,00 – Rp 17.000,00 per Dollar AS, sehingga IMF tidak menunjukkan rencana bantuannya.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tidak dapat dipisahkan dari berbagai kondisi, seperti hutang terhadap luar negeri yang sangat besar menjadi penyebab terjadinya krisis ekonomi ini. Meskipun hutang itu bukan sepenuhnya hutang Negara, tetapi sangat besar pengaruhnya terhadap upaya-upaya untuk mengatasi krisis ekonomi.
Munculnya reformasi di bidang ekonomi disebabkan oleh adanya system monopoli di bidang perdagangan, jasadan usaha. Krisis ekonomi tersebut membawa dampak yang luas bagi kehidupan manusia dan dalam bidang usaha.banyak perusahaan yang ditutup sehingga terjadi kasus PHK dimana-mana dan menyebabkan angka pengangguran semakin meningkat tajam serta muncul kemiskinan. Selain itu, daya beli menjadi rendah dan sulit mencari bahan-bahan kebutuhan pokok. Sejalan dengan itu, pemerintah melikuidasi bank-bank yang bermasalah serta mengeluarkan KLBI (Kredit Likuiditas Bank Indonesia) untuk menyehatkan bank-bank yang ada di bawah pembinaan BPPN.
Dalam praktiknya, terjadi manipulasi besar-besaran dalam KLBI sehingga pemerintah harus menanggung beban keuangan yang semakin besar. Selain itu, kepercayaan dunia internasional semakin berkurang sejalan dengan banyaknya perusahaan swasta yang tak mampu membayar utang luar negeri yang telah jatuh tempo. Untuk mengatasinya, pemerintah membentuk tim ekonomi untuk membicarakan utang-utang swasta yang telah jatuh tempo. Sementara itu, beban kehidupan masyarakat makin berat ketika pemerintah tanggal 12 Mei 1998 mengumumkan kenaikan BBM dan ongkos angkutan. Dengan itu, barang kebutuhan ikut naik dan masyarakat semakin sulit memenuhi kebutuhan hidup.
Untuk memperbaiki perekonomian yang terpuruk, terutamadalam sector perbankan, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional ( BPPN). Selanjutnya pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

     
D.    KRISIS SOSIAL
Krisis politik, hokum dan ekonomi merupakan penyebab terjadinya krisis sosial. Pelaksanaan politik yang represif dan tidak demokratis menyebabkan terjadinya konflik politik maupun konflik antar etnis dan agama. Semua itu berakhir pada meletusnya berbagai kerusuhan di beberapa daerah. Ketimpanagn perekonomian Indonesia memberikan sumbangan terbesar terhadap krisis sosial. Sehingga mengakibatkan pengangguran, persediaan smbako yang terbatas, tingginya harga-harga sembako, rendahnya daya beli masyarakat. Itu semua merupakan faktor – faktor yang rentan terhadap krisis sosial.
Akibat dari adanya krisis sosial ini berdampak pada munculnya perilaku yang negatif ( perilaku yang buruk ) dalam masyarakat, seperti :
v  meningkatnya kejahatan, perkelahian pelajar,  pembunuhan, pelacuran dsb
v  ketidakpuasan rakyat terhadap kinerja pemerintah
v  korupsi merajalela
v  angka kemiskinan semakin bertambah
v  terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh berbagai organ masyarakat
Hal tersebut menyebabkan angka pengangguran membengkak. Beban masyarakat semakin berat serta tidak ada kepastian tentang kapan berakhirnya krisis tersebut sehingga menyebabkan masyarakat frustasi. Kondisi tersebut membahayakan karena mudah diadu domba, mudah marah, dan mudah dihasut untuk melakukan tindakan anarkis.






E.     KRISIS KEPERCAYAAN
Krisis multi dimensional yang melanda bangsa Indonesia telah mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden Suharto. Hal ini dikarenakan merebaknya kronisme dan merajalelanya tindakan korupsi.
Ketidakmampuan pemerintah dalam membangun kehidupan politik yang demokratis, menegakkan pelaksanaan hokum dan system peradilan danpelaksanaan pembangunan ekonomi yang berpihak kepada rakyat banyak, telah melahirkan krisis kepercayaan.  

Tidak ada komentar: