HADITS TENTANG PENDIDIK
Disusun guna memenuhi
tugas:
Mata
Kuliah : Hadits Tarbawi I
Dosen
Pengampu : M. Rodli, M.Pd.I
Oleh Kelompok 3 :
Yaumul
Markhamah (2021115025)
Baiti
Iksiroh (2021115026)
Umi
Sarwindah (2021115027)
Dyah
Herlina (2021115028)
Fatkhu
Sanah (2021115031)
Kelas :
E
Prodi : PAI
JURUSAN
TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI
(IAIN) PEKALONGAN
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Dalil Hadits tentang Pendidik dalam Memahami Kemampuan Peserta
Didiknya
Berikut hadits tentang pendidik yang harus memperhatikan tingkat
kemampuan peserta didik, yaitu:
(١) عن ابن عباس قال: قال رسول
الله صلى الله عليه و سلم: اُمِرْنَا اَنْ نُكَلَّمَ النَّاسَ عَلَى
قَدْرِعُقُوْلِهِمْ. (اخرجه الديلمي في مسند الفردوس بسند ضعيف مرفوع)
Artinya: “Dari Ibnu Abbas
berkata, Rasulullah saw bersabda: “saya diperintahkan untuk berbicara kepada
manusia sesuai dengan kemampuan akalnya.”
Maksud hadits di atas yaitu, seorang guru harus memahami kondisi
muridnya dan juga memahami tingkat intelektual masing-masing murid. Seperti
pada suatu ketika Nabi Muhammad SAW bersama tiga sahabat di suatu majelis, yang
mana salah satu diantara tiga sahabat mengambil tempat duduk yang berbeda
(majelis berbentuk melingkar dari depan). Setelah selesai Nabi SAW menjelaskan
bahwa:
1. Duduk di Majelis Terdepan
Penjelasan Beliau:
اَمَّ اَحَدُهُمْ فَاَوَى اِلَى اللهِ
فَاَوَاهُ اللهُ
“Adapun salahsatu diantara mereka berlindung
(mendekat) kepada Allah, maka Allah pun memberikan tempat kepadanya.”
Maksudnya adalah sikap anak didik yang paling
baik di majelis ilmu atau di kelas yakni yang menempati kursi depan yang kosong
dan segera ditempati. Karena banyak kelebihan yang diperoleh dari tempat ini,
minimal lebih jelas dan lebih terang dalam berinteraksi dengan guru/pendidik dalam
menerima pelajaran.
2. Duduk di Belakang
Penjelasan Beliau: وَاَمَّالْاَخَرُفَاسْتَحْيَا, فَاسْتَحْيَااللهُ مِنْهُ
“adapun yang kedua merasa malu, maka Allah
pun menghargai malunya”
Al-‘Asqalany menjelaskan makna kata malu bagi
orang kedua ini, bahwa al-Qadhi ‘Iyadh berkata: bahwa ia malu dari Nabi SAW dan
para sahabat yang hadir kalau tidak ikut duduk,orang itu malu kalau pergi dari
majelis, atau malu berdesakan duduk di depan, maka ia duduk di belakang.
Sikap orang kedua ini masih dinilai baik, karena
masih mau hadir sekalipun tidak seperti orang yang pertama. Jika malu
berdesakan dan memang tempat duduk depan penuh maka sikap orang ini terpuji.
Tetapi jika duduk di belakang karena ingin cepat pulang dan ngobrol dengan
temannya maka sikap orang ini tidak baik (tercela) dan kurang menghargaiilmu.
3. Berpaling Pulang
Penjelasan Beliau: وَاَمَّاالاَخَرُفَاَعْرَضَ,
فَاَعْرَضَ اللهُ عَنْهُ
“dan yang lainberpaling, maka Allah pun
berpaling daripadanya”
Sikap orang ketiga ini sama sekali tidak
menghargai ilmu, begitu lewat majelis tidak bergabung duduk di situ, tetapi
berpaling pulang dan pulang tanpa ada uzur. Sikap anak didik seperti ini
balasannya sama dengan perbuatannya Allah pun berpaling daripadanya yakni Allah
murka padanya.
(٢) عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ
مُسْلِمٍ وَ وَاضِعُ الْعِلْمِ عِنْدَ غَيْرٍ اَهْلِهِ كَمُقَلِّدِ
الْخَنَازِيْرِالْجَوْهَرَ وَاللُؤْلُؤَ وَالذَّهَبِ.(اخرجه ابن ماجه: كنا ب المقدمه: باب فضل العلماء والحث
على طلب العلم)
Artinya: “Dari sahabat Anas bin Malik berkata, Rasulullah SAW bersabda:
“Mencari ilmu wajib bagi setiap muslim-muslimah. Dan meletakkan ilmu tidak pada
tempatnya seperti mengikat beberapa babi dengan intan, mutiara, dan emas”.
Hadits tersebut menjelaskan yang pertama: bahwa mencari ilmu adalah
kewajiban bagi setiap muslim, tidak pandang usia, kecil, muda, tua, semua
diwajibkan untuk mencari ilmu. Di dalam ayat Al-Qur’an pun Allah berjanji,
untuk meninggikan derajat bagi mereka yang berilmu. Yang kedua: seekor babi
yang dengan intan, mutiara, dan emas, bahwasanya seekor babi yang najis diikat
dengan intan yang mana harganya sangatlah mahal, hal tersebut sangatlah
sia-sia. Sepert seseorang yang memiliki ilmu tetapi justru melakukannya untuk
kejahatan ataupun orang yang memiliki ilmu tetapi tidak mengamalkannya, itu
sangatlah sia-sia.
Penjelasan hadits di atas bahwa mencari ilmu itu berarti
melaksanakan perintah agama yang memerlukan perjuangan, ketabahan, keuletan,
kerja keras, dan kesabaran. Nabi SAW pernah menyampaikan bahwa orang yang
keluar untuk mencari ilmu adalah di jalan Allah sampai menemui ajalnya.
Seorang pendidik kita harus mengamalkan ilmu yang kita miliki dan
harus bisa menempatkannya sesuai kemampuan yang dimilikinya. Serta seorang
pendidik harus memiliki pengetahuan yang memadai, sehingga sangat membantu
untuk mengenal setiap peserta didik dan mempermudah melaksanakan proses belajar
mengajar. Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan antara materi pelajaran yang
sulit dan yang mudah dalam cakupan materi pendidikan.
Menurut Ahmad D. Marimba, tugas pendidik dalam Islam adalah
membimbing dan mengenal kebutuhan atau kesanggupan peserta didik, menciptakan
situasi yang kondusif bagi berlangsungnya proses pendidikan, menambah dan
mengembangkan pengetahuan yang dimiliki guna ditranformasikan kepada peserta
didik, serta senantiasa membuka diri terhadap seluruh kelemahan dan
kekurangannya.
B.
Dalil
Hadits tentang Pendidik Memahami
Keahlian dalam Bidangnya
Berikut hadits tentang pendidik yang harus mempunyai keahlian dalam
bidangnya, yakni:
(٣)
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ بَيْنَمَا النَّبِيُّ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فِيْ مَجْلِسٍ يُحَدِّثُ الْقَوْمَ جَاءَهُ اَعْرَابِيٌّ فَقَالَ مَتَى السَّاعَةُ
فَمَضَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحَدِّثُ فَقَالَ بَعْضُ
الْقَوْمِ سَمِعَ مَا قَالَ فَكَرِهَ مَا قَالَ وَ قَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ لَمْ
يَسْمَعْ حَتَّى اِذَا قَضَى حَدِيْثَهُ قَالَ اَيْنَ اُرَاهُ السَّائِلُ عَنِ
السَاعَةِ قَالَ هَا اَنَا يَارَسُوْلَ اللهِ قَالَ فَاِذَا ضُيِّعَتِ
الْاَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ قَالَ كَيْفَ اِضَاعَتُهَا قَالَ اِذَا
وُسِّدَ الْاَمْرُ اِلَى غَيْرِ اَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ.
Artinya: “Abu hurairoh berkata, suatu hari
Nabi Muhammad SAW bercengkramah dengan kaum dalam satu majlis, kemudian
datanglah seorang badui dan ia bertanya: kapan kehancuran terjadi? Rasulullah
meneruskan bicaranya pada kaum dan sebagian kaum telah mendengar apa yang dikatakan
oleh orang badui sehingga mereka tidak senang terhadap Rasulullah atas
perkataannya, akan tetapi menurut sebagian kaum lain bahwa Rasulullah tidak
mendengarnya sampai Rasulullah menyelesaikan pembicaraannya. Rasulullah
bertanya: “dimana orang yang ingin mengetahui tentang kehancuran?, orang badui
itu menjawab: “saya ya rasul”, kemudian Rasulullah berkata: terjadinya
kehancuran yakni ketika sebuah amanah disia-siakan”. Lalu orang badui itu
kembali bertanya: “bagaimanakah amanah itu disia-siakan?”, Rasulullah menjawab:
“ketika sebuah urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah
kehancurannya.”
C.
Aspek Tarbawi
Dari beberapa uraian hadits di atas terdapat beberapa aspek-aspek
tarbawi, diantaranya:
1.
Anjuran
untuk menjadi seorang pendidik, yang mengajarkan ilmu serta mengamalkannya,
2.
Suatu
pekerjaan harus dilakukan secara professional,
3.
Seorang
pendidik haruslah memiliki keahlian dan kemampuan dalam bidang tertentu. Jika
bukan ahlinya maka akan timbul kehancuran.
4.
Seorang
pendidik harus konsekuen terhadap apa yang diajarkan kepada peserta didiknya,
yakni harus mampu menguasainya dan memahami karakter masing-masing peserta
didik.
5.
Seorang
pendidik yang baik adalah sebagai suri tauladan.
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Juwariyah. 2010. . Hadits Tarbawi. Yogyakarta: Teras.
Majid Khon, Abdul. 2012. Hadis Tarbawi: Hadis-hadis Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Nizar, Samsul. 2002. Filsafat Pendidikan Islam. Jakatra:
Ciputat Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar