Total Tayangan Halaman

Minggu, 23 Oktober 2016

Hadits Tentang Pendidik




HADITS TENTANG PENDIDIK

Disusun guna memenuhi tugas:
Mata Kuliah              : Hadits Tarbawi I
Dosen Pengampu      : M. Rodli, M.Pd.I


Oleh Kelompok 3 :
Yaumul Markhamah            (2021115025)
Baiti Iksiroh                           (2021115026)
Umi Sarwindah                     (2021115027)
Dyah Herlina                         (2021115028)
Fatkhu Sanah                        (2021115031)
Kelas : E
Prodi : PAI

JURUSAN TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) PEKALONGAN
2016






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Dalil Hadits tentang Pendidik dalam Memahami Kemampuan Peserta Didiknya
Berikut hadits tentang pendidik yang harus memperhatikan tingkat kemampuan peserta didik, yaitu:
(١) عن ابن عباس قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: اُمِرْنَا اَنْ نُكَلَّمَ النَّاسَ عَلَى قَدْرِعُقُوْلِهِمْ. (اخرجه الديلمي في مسند الفردوس بسند ضعيف مرفوع)
Artinya: “Dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah saw bersabda: “saya diperintahkan untuk berbicara kepada manusia sesuai dengan kemampuan akalnya.”
Maksud hadits di atas yaitu, seorang guru harus memahami kondisi muridnya dan juga memahami tingkat intelektual masing-masing murid. Seperti pada suatu ketika Nabi Muhammad SAW bersama tiga sahabat di suatu majelis, yang mana salah satu diantara tiga sahabat mengambil tempat duduk yang berbeda (majelis berbentuk melingkar dari depan). Setelah selesai Nabi SAW menjelaskan bahwa:
1.      Duduk di Majelis Terdepan
Penjelasan Beliau:       اَمَّ اَحَدُهُمْ فَاَوَى اِلَى اللهِ فَاَوَاهُ اللهُ
“Adapun salahsatu diantara mereka berlindung (mendekat) kepada Allah, maka Allah pun memberikan tempat kepadanya.”
Maksudnya adalah sikap anak didik yang paling baik di majelis ilmu atau di kelas yakni yang menempati kursi depan yang kosong dan segera ditempati. Karena banyak kelebihan yang diperoleh dari tempat ini, minimal lebih jelas dan lebih terang dalam berinteraksi dengan guru/pendidik dalam menerima pelajaran.
2.      Duduk di Belakang
Penjelasan Beliau:      وَاَمَّالْاَخَرُفَاسْتَحْيَا, فَاسْتَحْيَااللهُ مِنْهُ
adapun yang kedua merasa malu, maka Allah pun menghargai malunya”
Al-‘Asqalany menjelaskan makna kata malu bagi orang kedua ini, bahwa al-Qadhi ‘Iyadh berkata: bahwa ia malu dari Nabi SAW dan para sahabat yang hadir kalau tidak ikut duduk,orang itu malu kalau pergi dari majelis, atau malu berdesakan duduk di depan, maka ia duduk di belakang.
Sikap orang kedua ini masih dinilai baik, karena masih mau hadir sekalipun tidak seperti orang yang pertama. Jika malu berdesakan dan memang tempat duduk depan penuh maka sikap orang ini terpuji. Tetapi jika duduk di belakang karena ingin cepat pulang dan ngobrol dengan temannya maka sikap orang ini tidak baik (tercela) dan kurang menghargaiilmu.
3.      Berpaling Pulang
Penjelasan Beliau:       وَاَمَّاالاَخَرُفَاَعْرَضَ, فَاَعْرَضَ اللهُ عَنْهُ
dan yang lainberpaling, maka Allah pun berpaling daripadanya”
Sikap orang ketiga ini sama sekali tidak menghargai ilmu, begitu lewat majelis tidak bergabung duduk di situ, tetapi berpaling pulang dan pulang tanpa ada uzur. Sikap anak didik seperti ini balasannya sama dengan perbuatannya Allah pun berpaling daripadanya yakni Allah murka padanya.





(٢) عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَ وَاضِعُ الْعِلْمِ عِنْدَ غَيْرٍ اَهْلِهِ كَمُقَلِّدِ الْخَنَازِيْرِالْجَوْهَرَ وَاللُؤْلُؤَ وَالذَّهَبِ.(اخرجه ابن ماجه: كنا ب المقدمه: باب فضل العلماء والحث على طلب العلم)

Artinya: “Dari sahabat Anas bin Malik berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Mencari ilmu wajib bagi setiap muslim-muslimah. Dan meletakkan ilmu tidak pada tempatnya seperti mengikat beberapa babi dengan intan, mutiara, dan emas”.
Hadits tersebut menjelaskan yang pertama: bahwa mencari ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim, tidak pandang usia, kecil, muda, tua, semua diwajibkan untuk mencari ilmu. Di dalam ayat Al-Qur’an pun Allah berjanji, untuk meninggikan derajat bagi mereka yang berilmu. Yang kedua: seekor babi yang dengan intan, mutiara, dan emas, bahwasanya seekor babi yang najis diikat dengan intan yang mana harganya sangatlah mahal, hal tersebut sangatlah sia-sia. Sepert seseorang yang memiliki ilmu tetapi justru melakukannya untuk kejahatan ataupun orang yang memiliki ilmu tetapi tidak mengamalkannya, itu sangatlah sia-sia.
Penjelasan hadits di atas bahwa mencari ilmu itu berarti melaksanakan perintah agama yang memerlukan perjuangan, ketabahan, keuletan, kerja keras, dan kesabaran. Nabi SAW pernah menyampaikan bahwa orang yang keluar untuk mencari ilmu adalah di jalan Allah sampai menemui ajalnya.
Seorang pendidik kita harus mengamalkan ilmu yang kita miliki dan harus bisa menempatkannya sesuai kemampuan yang dimilikinya. Serta seorang pendidik harus memiliki pengetahuan yang memadai, sehingga sangat membantu untuk mengenal setiap peserta didik dan mempermudah melaksanakan proses belajar mengajar. Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan antara materi pelajaran yang sulit dan yang mudah dalam cakupan materi pendidikan.
Menurut Ahmad D. Marimba, tugas pendidik dalam Islam adalah membimbing dan mengenal kebutuhan atau kesanggupan peserta didik, menciptakan situasi yang kondusif bagi berlangsungnya proses pendidikan, menambah dan mengembangkan pengetahuan yang dimiliki guna ditranformasikan kepada peserta didik, serta senantiasa membuka diri terhadap seluruh kelemahan dan kekurangannya.

B.     Dalil Hadits tentang Pendidik  Memahami Keahlian dalam Bidangnya

Berikut hadits tentang pendidik yang harus mempunyai keahlian dalam bidangnya, yakni:
(٣) عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ بَيْنَمَا النَّبِيُّ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ مَجْلِسٍ يُحَدِّثُ الْقَوْمَ جَاءَهُ اَعْرَابِيٌّ فَقَالَ مَتَى السَّاعَةُ فَمَضَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحَدِّثُ فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ سَمِعَ مَا قَالَ فَكَرِهَ مَا قَالَ وَ قَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ لَمْ يَسْمَعْ حَتَّى اِذَا قَضَى حَدِيْثَهُ قَالَ اَيْنَ اُرَاهُ السَّائِلُ عَنِ السَاعَةِ قَالَ هَا اَنَا يَارَسُوْلَ اللهِ قَالَ فَاِذَا ضُيِّعَتِ الْاَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ قَالَ كَيْفَ اِضَاعَتُهَا قَالَ اِذَا وُسِّدَ الْاَمْرُ اِلَى غَيْرِ اَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ.

Artinya: “Abu hurairoh berkata, suatu hari Nabi Muhammad SAW bercengkramah dengan kaum dalam satu majlis, kemudian datanglah seorang badui dan ia bertanya: kapan kehancuran terjadi? Rasulullah meneruskan bicaranya pada kaum dan sebagian kaum telah mendengar apa yang dikatakan oleh orang badui sehingga mereka tidak senang terhadap Rasulullah atas perkataannya, akan tetapi menurut sebagian kaum lain bahwa Rasulullah tidak mendengarnya sampai Rasulullah menyelesaikan pembicaraannya. Rasulullah bertanya: “dimana orang yang ingin mengetahui tentang kehancuran?, orang badui itu menjawab: “saya ya rasul”, kemudian Rasulullah berkata: terjadinya kehancuran yakni ketika sebuah amanah disia-siakan”. Lalu orang badui itu kembali bertanya: “bagaimanakah amanah itu disia-siakan?”, Rasulullah menjawab: “ketika sebuah urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancurannya.”

C.    Aspek Tarbawi
Dari beberapa uraian hadits di atas terdapat beberapa aspek-aspek tarbawi, diantaranya:
1.      Anjuran untuk menjadi seorang pendidik, yang mengajarkan ilmu serta mengamalkannya,
2.      Suatu pekerjaan harus dilakukan secara professional,
3.      Seorang pendidik haruslah memiliki keahlian dan kemampuan dalam bidang tertentu. Jika bukan ahlinya maka akan timbul kehancuran.
4.      Seorang pendidik harus konsekuen terhadap apa yang diajarkan kepada peserta didiknya, yakni harus mampu menguasainya dan memahami karakter masing-masing peserta didik.
5.      Seorang pendidik yang baik adalah sebagai suri tauladan.



BAB III
PENUTUP



DAFTAR PUSTAKA

Juwariyah. 2010. . Hadits Tarbawi. Yogyakarta: Teras.
Majid Khon,  Abdul. 2012. Hadis Tarbawi: Hadis-hadis Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Nizar, Samsul. 2002. Filsafat Pendidikan Islam. Jakatra: Ciputat Press.


Tidak ada komentar: