Total Tayangan Halaman

Selasa, 06 Desember 2016

Pertumbuhan Peradaban Islam Masa Nabi Muhammad SAW




PERTUMBUHAN PERADABAN ISLAM
MASA NABI MUHAMMAD SAW

Disusun guna memenuhi tugas:
Mata Kuliah              : Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu      : Ely Mufidah, M.SI


Oleh Kelompok 2:
Yaumul Markhamah            (2021115025)
Baiti Iksiroh                           (2021115026)
Dyah Herlina                         (2021115028)
Fatkhu Sanah                        (2021115031)
Aviani                                     (2021115044)
Kelas: G
Prodi : PAI

JURUSAN TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) PEKALONGAN
2016


KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan kekuatan dan kemampuan, sehingga makalah yang berjudul “Pertumbuhan Peradaban Islam Masa Nabi Muhammad SAW” ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabatnya, keluarganya, dan sekalian umatnya hingga akhir zaman.
Tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ely Mufidah, M.SI selaku dosen pengampu mata kuliah Sejarah Peradaban Islamyang telah memberikan tugas ini serta membantu memberikan motivasi dan masukan dalam penyusunan makalah ini.Dalam penyusunan makalah ini, mungkin masih banyak kekurangannya. Oleh sebab itu, penyusun berharap adanya kritik dan saran demi kesempurnaan. Semoga makalah ini bermanfaat. Aamiin.








                                                                                                Penyusun







BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kondisi bangsa Arab sebelum kedatangan Islam, terutama di sekitar Makkah masih diwarnai dengan penyembahan berhala sebagai Tuhan (istilah paganisme). Selain menyembah berhala, di kalangan bangsa Arab ada pula yang menyembah agama Masehi (Nasrani) yang dipeluk oleh penduduk Yaman, Najran, dan Syam. Juga ada yang menyembah agama Yahudi yang dipeluk oleh penduduk Yahudi imigran di Yaman dan Madinah. Serta menyembah agama Majusi, yaitu agama penduduk Persia.
Nabi Muhammad SAW lahir pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun gajah atau 20 April 571 M. Fase kenabian ini dimulai sejak Nabi Muhammad SAW menyepi di Gua Hira, sebagai imbas keprihatinan beliau terhadap penduduk yang menyembah berhala. Beliau mendapatkan wahtu pertama dari Allah yakni surah Al-Alaq ayat 1-5, selanjutnya turun wahyu kedua yakni sursh Al-Mudatsir ayat 1-7. Nabi pun harus mulai menyebarkan dakwahnya. Dalam hal ini dakwah Nabi Muhammad SAW membagi menjadi dua periode, yaitu periode Makkah dan periode Madinah. Uraian lebih jelasnya akan dibahas dalam pembahasan makalah ini.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana dakwah Nabi Muhammad SAW pada periode Makkah?
2.      Bagaimana dakwah Nabi Muhammad SAW pada periode Madinah?
3.      Pertentangan apa saja yang terjadi antara kaum Yahudi dengan kaum Muslimin? Dan apa saja peperangan yang terjadi dalam Islam?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui dakwah Nabi Muhammad SAW pada periode Makkah.
2.      Untuk mengetahui dakwah Nabi Muhammad SAW pada periode Madinah.
3.      Untuk mengetahui pertentangan yang terjadi antara kaum Yahudi dengan kaum Muslimin, dan peperangan dalam Islam.



BAB II
PEMBAHASAN

Kondisi bangsa Arab sebelum kedatangan Islam, terutama di sekitar Makkah masih diwarnai dengan penyembahan berhala sebagai Tuhan. Yang dikenal dengan istilah peganisme. Selain menyembah berhala dikalangan Bangsa Arab ada pula yang menyembah agama Masehi (Nasrani), agama ini dipeluk oleh penduduk Yaman, Najran, dan Syam. Di samping itu agama Yahudi yang dipeluk oleh penduduk Yahudi imigran di Yaman dan Madinah, serta agama Majuzi (Mazdaisme) yaitu agama orang-orang Persia.
Demikianlah, keadaan bangsa Arab menjelang kelahiran Nabi Muhammad yang membawa Islam di tengah-tengah bangsa Arab. Masa itu disebut zaman Jahiliyah, masa kegelapan dan kebodohan dalam hal agama, bukan dalam hal lain seperti ekonomi dan sastra karena dalam dua hal yang terakhir ini Bangsa Arab mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Nabi Muhammad SAW lahir pada tanggal 12 Rabi’ul Awal atau 20 April 571 M. Ketika itu raja Yaman Abrahah dengan gajahnya menyerbu Makkah untuk menghancurkan Ka’bah sehingga tahun itu dinamakan tahun gajah. Beliau telah menjadi yatim piatu ketika berumur 8 tahun,  dan beliau diasuh oleh kakek dan pamannya, Abdul Muthalib dan Abu Thalib. Pada umur 12 tahun Nabi Muhammad SAW sudah mengenal perdangangan, sebab pada saat itu beliau telah diajak berdagang oleh paman beliau.
Fase kenabian Nabi Muhammad SAW dimulai ketika beliau betahanus atau menyepi di Gua Hira, sebagai imbas keprihatinan beliau melihat keadaan Bangsa Arab yang menyembah berhala. Di tempat inilah beliau menerima wahyu pertama, yang berupa Surah Al-Alaq ayat 1-5. Dengan wahyu yang pertama ini, maka beliau diangkat menjadi nabi, utusan Allah. Pada saat itu, Nabi Muhammad SAW belum diperintahkan untuk menyeru  kepada umatnya, namun setelah turun wahyu kedua, yaitu surat Al-Mudatsir ayat 1-7, Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul yang harus berdakwah. Dalam hal ini dakwah Muhammad SAW dibagi 2 periode, yaitu :
A.    Dakwah Nabi Muhammad SAW pada Periode Makkah
Pada masa ini Nabi Muhammad SAW menjalankan misinya bersifat individu dan difokuskan pada masalah aqidah dan akhlak. Untuk pelaksanaannya secara bertahap, hal ini disesuaikan dengan wahyu yang turun yaitu:
a.       Rahasia,pada tahap ini Nabi Muhammad SAW menyampaikan ajaran Islam hanya pada keluarganya sendiri dan teman-teman dekat. Mereka yang bisa diajak masuk Islam antara lain istrinya Khadijah ra, Ali bin Abi Tholib, Zaid bin Haritsah, Abu Bakar as-Shidiq, Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqash, Thalhah bin Ubaidillah, Abdur Rahman bin ‘Auf.
b.      Semi rahasia, selama tiga tahun Rasulullah SAW hanya berdakwah secara sembunyi-sembunyi dan dakwahnya itu hanya disampikan kepada orang yang diyakini akan menerima Islam. Selama ini pula beliau bersama para sahabatnya melaksankan sholat dengan cara sembunyi-sembunyi agar tidak di pantau orang-orang Quraisy. Kemudian setiap kali kaum Muskin melihat kaum Muslimin mengerjakan sholat, mereka mengejeknya dan tata cara peribadatan tersebut pun ikut diremehkanya pula. Sehingga pada waktu jumlah orang-orang yang menerima islam bertambah banyak dan orang-orang Quraisy pun mengawatirkan jumlah mereka akan terus bertambah, maka dengan berbagai cara mereka menghambatnya. Mereka menjadi penghambat bagi orang-orang untuk menerima Islam yang disampaikan oleh Rasulullah SAW, untuk itu mereka tidak segan-segan menghina orang-orang yang telah masuk Islam. Tahapan ini dilakukan berdasarkan wahyu yang turun surah Asy-Syura ayat 214:
وَاَنْذِرْعَشِيْرَتَكَ الْاَقْرَبِيْنَ
“dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang dekat”
c.       Demonstratif atau terang-terangan, tahap ini juga berdasarkan wahyu yang turun surah Al-Hijr ayat 94:
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُوَاَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِيْنَ
“maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik”

Artinya pada periode ini, tiga tahun pertama, dakwah Islam dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Nabi Muhammad SAW mulai melakukan dakwah Islam di lingkungan keluarga, mula-mula istri beliau sendiri, yaitu Khadijah. Kemudian Ali bin Abi Tholib, Abu Bakar lalu Zaid (bekas budak beliau). Di samping itu, juga banyak orang yang masuk Islam dengan perantaraan Abu Bakar yang terkenal dengan julukan assabiqunal awwalun (orang-orang yang lebih dahulu masuk Islam), mereka adalah Usman bin Affan, Zubair bin Awwan, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdur Rahman bin ‘Auf, Tholhah bin Ubaidillah, Abu Ubaidah bin Jarrah dan al-Arqam bin Abil Arqam yang rumahnya dijadikan markas untuk berdakwah.
Kemudian setelah turun ayat 94 surat Al-Hijr, Nabi Muhammad SAW mulai berdakwah secara terang-terangan.
“maka sampaikanlah olehmu secara tenag-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang musyrik.” (QS Al-Hijr: 94).
Namun, dakwah yang dilakukan beliau tidak mudah karena mendapat tantangan dari kaum kafir Quraisy. Hal tersebut timbul karena beberapa faktor, yaitu sebagai berikut:
1.      Mereka tidak membedakan antara kenabian dan kekuasaan. Mereka mengira bahwa tunduk kepada seruan Nabi Muhammad SAW berarti tunduk kepada kepemimpinan Bani Abdul Muthalib,
2.      Nabi Muhammad SAW menyerukan persamaan hak antara hak bangsawan dan hamba sahaya,
3.      Para pemimpin Arab tidak mau percaya ataupun mengakui serta tidak menerima ajaran tentang kebangkitan kembali dan pembalasan di akhirat,
4.      Taklid kepada nenek moyang adalah kebiasaan yang berurat akar pada bangsa Arab, sehingga sangat berat bagi mereka untuk meninggalkan agama nenek moyang dan mengikuti agama Islam,
5.      Pemahat dan penjual patung memandang Islam sebagai penghalang rezeki.

Banyak cara dan upaya yang ditempuh para pemimpin Quraisy untuk mencegah dakwah Nabi Muhammad SAW namun selalu gagal, baik secara diplomatik dan bujuk rayu maupun tindakan-tindakan kekerasan secara fisik. Puncak dari segala cara itu adalah dengan diperlakukannya pemboikotan terhadap Bani Hasyim yang merupakan tempat Nabi Muhammad SAW berlindung. Pemboikotan ini berlangsung selama tiga tahun, dan merupakan tindakan yang paling melemahkan umat Islam pada saat itu. Pemboikotan ini baru berhenti setelah kaum Quraisy menyadari bahwa apa yang mereka lakukan sangat keterlaluan.
Tekanan dari orang-orang kafir semakin keras terhadap gerakan dakwah Nabi Muhammad SAW terlebih setelah meninggalnya dua orang yang selalu melindungi dan menyokong Nabi Muhammad SAW dari orang-orang kafir, yaitu paman beliau Abu Tholib dan istri tercinta beliau Khadijah. Peristiwa itu terjadi pada tahun ke sepuluh kenabian. Tahun ini merupakan tahun kesedihan bagi Nabi Muhammad SAW sehingga dinamakan amul khuzn.
Karena di Makkah dakwah Nabi Muhammad SAW mendapat rintangan dan tekanan, pada akhirnya Nabi Muhammad SAW memutuskan untuk berdakwah di luar Makkah. Namun, di Thaif beliau dicaci dan dilempari batu sampai terluka. Hal ini semua hampir menyebabkan Nabi Muhammad SAW putus asa, sehingga untuk menguatkan hati beliau Allah mengutus dan mengisra’ dan memi’rajkan beliau pada beliau pada tahun ke sepuluh kenabian itu. Berita tentang isra’ dan mi’raj ini menggemparkan masyarakat Makkah. Bagi orang kafir peristiwa ini dijadikan bahan propaganda untuk mendustakan Nabi Muhammad SAW, sedangkan utuk orang yang beriman ini merupakan ujian keimanan.
Setelah peristiwa isra’ dan mi’raj, suatu perkembangan besar bagi kemajuan dakwah Islam terjadi, yaitu dengan datangnya sejumlah penduduk Yastrib (Madinah) untuk berhaji ke Makkah. Mereka terdiri dari dua suku yang saling berhubungan yaitu suku Aus dan Khazraj yang masuk Islam dalam tiga gelombang. Pada gelombang pertama, tahun ke sepuluh kenabian, mereka datang untuk memeluk agama Islam dan menerapkan ajarannya sebagai upaya untuk mendamaikan permusuhan antara kedua suku. Mereka kemudian mendakwahkan Islam di Yastrib. Gelombang kedua, pada tahun ke duabelas kenabian mereka datang kembali menemui Nabi dan mengadakan perjanjian yang dikenal dengan perjanjian “aqabah pertama” yang berisi ikrar kesetiaan. Rombongan ini kemudian kembali ke Yastrib sebagai juru dakwah disertai oleh Mus’ab di Umair yang diutus oleh Nabi untuk berdakwah bersama mereka. Gelombang ketiga, pada tahun ke tigabelas kenabian, mereka datang kembali kepada Nabi untuk hijrah ke Yastrib. Mereka akan membai’at Nabi sebagai pemimpin. Nabi pun akhirnya menyetujui usul mereka, untuk berhijrah. Perjanjian ini disebut perjanjian “aqabah kedua” karena terjadi pada tempat yang sama.
Akhirnya Nabi Muhammad SAW bersama kurang lebih 150 kaum muslimin hijrah ke Yastrib. Dan ketika sampai disana, sebagai penghormatan kepada Nabi, nama Yastrib diubah menjadi Madinah.
Demikian periode Makkah terjadi. Dalam periode ini, Nabi Muhammad SAW mengalami hambatan dan kesulitan dalam dakwah Islamiyah. Dalam periode ini Nabi Muhammad SAW belum terpikir untuk menyusun suatu masyarakat Islam yang teratur, karena perhatian Nabi lebih terfokus pada penanaman teologi atau keimanan masyarakat.

B.     Dakwah Nabi Muhammad SAW pada Periode Madinah
Dalam periode ini, pengembangan Islam lebih ditekankan pada dasar-dasar pendidikan masyarakat Islam dan pendidikan sosial kemasyarakatan. Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW kemudian meletakkan dasar-dasar masyarakat Islam di Madinah sebbagai berikut.
Pertama, mendirikan masjid. Bertujuan mempersatukan umat Islam dalam satu majelis, sehingga di majelis ini umat Islam bisa bersama-sama melaksanakan sholat jamaah secara teratur, mengadili perkara-perkara dan bermusyawarah. Masjid ini memegang peranan penting untuk mempersatukan kaum Muslimin dan mempererat tali ukhuwah islamiyah.
Kedua, mempersatukan dan mempersaudarakan antara kaum Ansor dan kaum Muhajairin. Perjanjian saling membantu antara kaum Muslimin dan bukan kaum Muslimin. Menurut Ibnu Hisyam isi perjanjian tersebut sebagai berikut
1.      Pengakuan atas hak pribadi keagmaan dan politik.
2.      Kebebasan beragama trejamin untuk semua umat.
3.      Adalah kewajiban penduduk Madinah baik Muslim maupun non Muslim, dalam hal moril maupun non materil mereka harus bahu-membahu menangkis semua serangan terhadap kota mereka (Madinah).
4.      Rasulullah SAW adalah pemimpin umat bagi penduduk Madinah. Kepada beliaulah dibawa segala perkara dan perselisihan yang besar untuk diselesaikan
Ketiga, meletakkan dasar-dasar politik ekonomi dan sosial untuk masyarakat baru. Dalam periode ini  ayat-ayat al-Qur’an ditunjukkan kepada pembinaan hukum, kemudian ayat ini diberi penjelasan oleh Rasullullah SAW baik dengan lisan maupun perbuatan baliau, sehingga terdapat dua sumber hukum  dalam Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Kemudian dari kedua sumber hukum Islam tersebut didapat suatu sistem dalam bidang politik yaitu sitem muyawarah dan untuk bidang ekonomi dititik beratkan pada jaminan keadilan sosial, serta dalam bidang kemasyarakatan, diletakkan pula dasar-dasar persamaan derajat antara masyarakat atau manusia, dengan penekanan bahwa yang menentukan derajat manusia adalah ketakwaan.
Sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, didahului oleh dua peristiwa, yaitu bai’ah aqabah sughra (pertama) pada tahun 621 M dan bai’ah aqabah kubra (kedua) pada tahun 622 M. Adanya bai’ah ini juga tidak lepas dari usaha Rasulullah SAW untuk menyampaikan ajarannya kepada peziarah dan pedagang dari kota Yastrib yang melaksanakan ibadah haji. Isi bai’ah itu antara lain yakni mengikrarkan keimanan kepada Allah dan Rasulullah Muhammad SAW, amar ma’ruf nahi munkar, dan kepatuhan kepada pemimpin mereka. Sesungguhnya dengan peristiwa bai’ah aqabah itu telah terjadi legislasi kepemimpinan Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin mereka, karena terjadi persekutuan antara Nabi dengan penduduk Yastrib.
Penjelasan mengenai Aqabah, yaitu:
a.       Perjanjian Aqabah I (Sughra) pada tahun 10 kenabian atau 621 M
Ketika musim haji yang ditunggu-tunggu tiba, Nabi Muhammad SAW mendatangi tempat pertemuan yang telah disepakati sebelumnya. Dua belas pemuda Yastrib yang telah beriman bertemu dengan Nabi di Aqabah. Dihadapan Nabi mereka menyatakan kesaksiannya agama Islam, dan mereka secara bersama-sama mengangakat tangan Nabi seraya bersumpah bahwa mereka tidak akan menyembah sesuatu selain Allah. Sumpah inilah yang disebut dengan “Perjanjian Aqabah I”.
Semenjak itulah harapan Nabi Muhammad SAW untuk menyiarkan agama Islam yang jelas dan dengan penuh kesabaran, Nabi menantikan panggilan dari Yastrib. Tidak lama setelah terjadi perjanjian aqabah I, terjadi peristiwa isra’ mi’raj. Dalam peristiwa ini Nabi menjumpai Yang Maha Pencipta, dan Nabi menerima perintah menjalankan sholat lima kali sehari.
b.      Perjanjian Aqabah II (Kubra) pada tahun 11 kenabian atau 622 M
Pada musim haji tahun berikutnya, 73 pemuda Yastrib berkunjung ke Makkah dan mereka bersumpah dihadapan Nabi Muhammad SAW “bahwa mereka akan menolong dan melindungi Nabi”. Mereka juga mengundang Nabi singgah ke kota mereka. Nabi belum bersedia menerima undangan mereka, namun Nabi mengirimkan Mus’absebagai ustadz yang akan mengajarkan Islam kepada penduduk Yastrib yang telah beriman. Suatu saat Mus’ab pulang ke Makkah atas panggilan Nabi untuk melaporkan perkembangan Islam. Maka ia menyampaikan laporan kepada Nabi bahwasannya pemeluk Islam bertambah dan dakwah Islam berkembang dengan pesat. Laporan tersebut menambah semakin kuatnya niat Nabi berhijrah ke Madinah. Namun terdapat sebab-sebab lain sehingga Nabi mengurungkan keberangkatannya meninggalkan tanah kelahirannya menuju ke Yastrib.
Oleh karena itu, Rasulullah bersama para sahabat melakukan hijrah ke Madinah, dengan beberapa alasan, yaitu:
1.      Perbedaan iklim di kedua kota itu mempercepat dilakukannya hijrah. Iklim Madinah yang lembut dan watak rakyatnya yang tenang sangat mendorong penyebaran dan pengembangan agama Islam. Sebaliknya, di kota Makkah tidak mempunyai dua kemudahan itu.
2.      Nabi-nabi umumnya tidak dihormati di negaranya, sehingga Nabi Muhammad pun tidak diterima oleh kaumnya sendiri.
3.      Tantangan yang Nabi hadapi tidaklah sekeras di Makkah, golongan pendeta dan kaum ningrat Quraisy yang menganggap Islam bertentangan dengan kepentingan mereka.
Dalam perjalanan hijrah itu, Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah pada tanggal 27 September 622 M bertepatan dengan hari Senin tanggal 12 Rabiul Awal, yang kemudian oleh khalifah Umar bin Khattab ditetapkan sebagai tahun pertama hijrah.
Sebelum sampai di Madinah, Nabi singgah di Qubah dan mendirikan Masjid yang pertama dalam sejarah Islam, di daerah itu. Kemudian melakukan sholat jumat pertama di masjid itu, Rasulullah menyampaikan khutbah yang berisikan tahmid, sholawat dan salam, serta pesan bertaqwa. Sampai saat ini, Masjid Qubah itu masih banyak dikunjungi orang, termasuk pada saat musim haji.
Penduduk Madinah yang menyambut kedatangan Rasulullah dan para sahabat ini mendapat julukan kaum Anshor. Dan orang-orang Islam di Makkah yang ikut bersama Nabi hijrah ke Madinah dijuluki kaum Muhajirin.
Setelah membangun masjid, selanjutnya Rasulullah juga melakukan pembangunan sosial, ekonomi dan politik di negara Madinah. Bai’ah aqabah yang dulu dilakukan kemudian menjadi nyata yaitu dengan didukungnya Nabi Muhammad SAW oleh sebagian besar susku Aus dan Kharaj yang memudahkannya dalam menggalang potensi mereka untuk disatukan menjadi suatu bangsa yang berdaulat dan membuat perjanjian untuk saling membantu antara orang muslim dan non muslim yang didokumentasikan dalam piagam Madinah.
Oleh karena itu, ayat-ayat Al-Qur’an pada periode Madinah ini diturunkan terutama ditujukan untuk pembinaan hukum, seperti sistem syura dalam politik, persamaan derajat antar sesama, perbedaan taqwa dan amal saleh. Ini sangatlah berbeda jika dibandingkan dengan ajaran-ajaran dan aturan-aturan selama Rasulullah berada dalam periode Makkah.
Dalam periode Madinah inilah Rasulullah benar-benar dapat membina masyarakat yang kondusif, sehingga di bawah kepemimpinan Rasulullah, kota Madinah menjadi wilayah yang diperhitungkan. Ajakan masuk Islam kepada pemimpin-pemimpin dunia melalui surat yang beliau kirimkan merupakan langkah politis yang sangat berani. Kemampuannya dalam mempersatukan kabilah dan suku, serta mempersaudarakannya adalah sebagai misi risalah yang dibawanya.
Dan satu bukti sejarah lagi bahwa Nabi seorang kepala negara di Madinah adalah munculnya siapakah yang pantas menggantikan Rasulullah ketika wafat. Kemudian di sebuah tempat di tengah kota Madinah, Saqifah bani Sa’idah, umat Islam sulit menentukan pemimpin mereka. Sampai akhirnya terpilihnya Abu Bakar sebagai khalifah pertama umat Islam.
C.    Pertentangan antara Kaum Yahudi dan Kaum Muslimin
Sikap ingkar janji yang dilakukan kaum Yahudi mulai terlihat, ketika terjadinya perang pertama dalam sejarah Islam yang dikenal dengan Perang Badar, yakni perang antara kaum Muslimin dengan kaum musyrik Quraish pada tanggal 8 Ramadhan tahun kedua hijriah, di daerah Badar kurang lebih 120 KM dari Madinah. Dalam peperangan ini kaum Muslimin menang atas kaum Musyrikin. Namun, orang-orang Mekkah memerangi Nabi Muhammad SAW. Bukti penyelewengan kaum Yahudi yang lain adalah pada waktu terjadinya Perang Uhud, dimana kaum Yahudi berjumlah 300 orang dengan pimpinan Abdullah bin Ubay, seorang munafik yang bersedia membantu kaum Muslimin, namun tiba-tiba membelot dan kembali ke Madinah, yang mengakibatkan kaum Muslimin mengalami mengalami kekalahan. Penghianatan kaum Yahudi yang lain adalah dengan bergabungnya kaum Yahudi dengan orang-orang Kafir untuk menyerang Madinah, dengan cara mengepung Madinah (Perang Khandaq).
Perjanjian Hudaibiyah pada tahun 6 H, ketika ibadah haji sudah disyariatkan Nabi Muhammad SAW. Dengan sekitar seribu kaum Muslimin berangkat ke Mekkah bukan untuk berperang, tetapi melaksanakan ibadah umrah, namun penduduk Mekkah tidak mengizinkan mereka masuk kota. Akhirnya diadakan perjanjian Hudaibiyah yang isinya antara lain sebagai berikut antara lain
1.      Kaum Muslimin belum boleh mengunjungi Ka’bah tahun itu, tetapi ditangguhkan sampai tahun depan.
2.      Lama kunjungan dibatasi sampai tiga hari.
3.      Kaum Muslimin wajib mengembalikan orang-orang Mekkah yang melarikan diri ke Madinah. Namun sebaliknya, pihak Quraisy tidak harus menolak orang-orang Madinah yang kembali ke Mekkah.
4.      Selam sepuluh tahun diberlakukan genjatan senjata antara masyrarakat Madinah dan Mekkah.
5.      Tiap kabilah yang ingin masuk ke dalam persekutuan kaum Quraisy atau kaum Muslimin bebas melakukannya tanpa mendapat rintangan.
Fatkhu Makkah
Setelah dua tahun perjanjian Hudaibiyah berlangsung, dakwah Islam sudah menjangkau seluruh Jazirah Arab, hingga hampir ke Jazirah Arab. Hal tersebut membuat orang-orang kafir Mekkah menjadi khawatir dan merasa terpojok, oleh karena itu, orang-orang kafir Quraisy secara sepihak melanggar perjanjian Hudaibiyah. Melihat hal ini, Nabi Muhammad SAW kemudian bersama dengan sepuluh tentara bertolak ke Mekkah untuk menghadapi kaum Kafir. Dan tanpa perlawanan berarti Nabipun dapat menguasai Mekkah. Meski demikian masih ada dua suku Arab yang masih menentang, yaitu Bani Tsaqif dan Bani Hawazin. Kedua suku ini kemudian bersatu untuk memerangi Islam. Mereka ingin menuntut atas penghancuran berhala-berhala yang dihancurkan Nabi Muhammad SAW dan umat Islam pada waktu penyerbuan Mekkah. Akan tetapi, mereka dapat dengan mudah ditaklukkan. Melihat kenyataan bahwa kekuasaan Islam mulai mengancam wilayah Romawi maka Heraclius menyusun pasukan untuk mengantisipasinya. Namun, setelah melihat kekuatan pasukan Islam, akhirnya mereka mengurungkan diri.
                                      



D.    Peperangan dalam Islam
Tidak ada satu ayat pun di dalam Al-Qur’an, atau satu peristiwa pun yang terjadi di awal sejarah Islam yang menunjukan bahwa Islam disebarluaskan dengan kekuatan dan kekerasan. Atau dengan kata lain, peperangan di dalam Islam bukan dimaksudkan untuk menggiring dan memaksa manusia masuk Islam. Sebab berbagai peperangan hanya berkisar pada usaha melakukan tindakan defensi dan perlindungan diri dari serangan dam permusuhan. Juga untuk melindungi dakwah dan membangun kemerdekaan beragama.
Enam bulan setelah hijrah, Rasulullah SAW telah berhasil melakukan konsolidasi internal dan menyusun semua hal yang bersangkut paut dengannya. Setelah itu Rasulullah SAW mempersiapkan masalah-masalah ekternal dan peperangan yang mungkin akan segera mengancam. Pada dasarnya Rasulullah SAW tidak pernah mendahului menyerang lawan, Rasulullah SAW hanyalah menpertahankan diri dari serangan musuh yang mengacam keberadaan umat Islam.
            Kaum Muslimin diperbolehkan untuk berperang melawan kaum Kafir dengan dua alasan. Alasan normatif diperbolehkanya peperangan dalam Islam menurut Hasan ibrahim  adalah pertama, unruk mempertahankan diri dan melindungi hak miliknya. Kedua, untuk menjaga keselamatan dalam menyebarkan kepercayaan dan mempertahankannya dari mereka yang menghalang-halanginya. Oleh karena itu, barang siapa yang mau memeluk agama Islam tidak boleh merasa takut dari keributan dan tekanan.
a.       Ghazwah: perang yang langsung dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW
1.      Perang Badar (17 Ramadhan 2 H)
Perang badar terjadi di lembah badar, 125 km selatan Madinah. Perang badar merupakan puncak pertikaian antara kaum Muslimin Madinah dan Musrikin Quraisy Makkah. Peperangan ini disebabkan oleh tindakkan pengusiran dan perampasan harta kaum Muslim yang dilakukan oleh Musyrikin Quraisy. Selanjutnya kaum Quraisy terus menerus berupaya mengahancurkan kaum Muslimin agar perniagaan dan sesembahan mereka terjamin. Dalam peperangan ini kaum Muslimin memenangakan pertempuran dengan gemilang. Tiga tokoh Quraisy yang terlibat dalam perang badar adalah Utbah bin Rabiah, al-Walid, dan Syaibah. Ketiganya tewas ditangan tokoh Muslim, seperti Ali bin Abi Thalib, Ubaidah bin Haris, dan Hamzah bin Abdul Muthalib. Adapun dipihak Muslim Ubaidah bin Haris meninggal karena terluka.
2.      Perang Uhud (Sya’ban 3 H)
Perang uhud terjadi di Bukit Uhud. Perang uhud dilatarbelakangi kekalahan kaum Quraisy pada perang badar sehingga timbul keinginan untuk membalas dendam kepada kaum Muslimin. Pasukan Quraisy yang dipimpin Kholid bin Walid mendapat bantuan dari kabilah Sakif, Tihamah, dan Kinanah. Nabi Muhammad SAW segera mengadakan musyawarah untuk mencari strategi perang yang tepat dalam mengahadapi musuh. Kaum Quraisy akan disongsong di luar Madinah. Akan tetapi, Abdullah bin Ubai membawa tiga ratus orang Yahudi kembali pulang. Dengan membawa 700 orang yang tersisa, Nabi Muhammad SAW melanjutkan perjalanan sampai ke Bukit Uhud. Perang uhud dimulai dengan perang tanding yang dimenangkan tentara Islam, tetapi kemenangan tersebut digagalkan oleh godaan harta, yakni prajurit Islam sibuk memungut harta rampasan. Pasukan Kholid bin Walid memanfaatkan keadan ini dan menyerang balik tentara Islam. Tentara Islam menjadi terjepit dan porak poranda, sedangkan Nabi Muhammad SAW sendiri terkena serangan musuh. Pasukan Quraisy kemudian mengakhiri pertempuran setelah mengira Nabi Muhammad SAW terbunuh. Dalam peperangan ini,  Hamzah bin Abdul Muthalib terbunuh.
3.      Perang Khandaq (Syawal 5H)
Lokasi perang khandaq adalah di sekitar kota Madinah bagian utara. Perang ini juga dikenal sebagi perang Ahzab (perang gabungan). Perang khandaq melibatkan kabilah Arab dan Yahudi yang tidak senang kepada Nabi Muhammad SAW. Mereka bekerja sama melawan nabi. Di samping itu orang Yahudi juga menacari dukungan kabilah Gatafan yang terdiri dari Qais Alian, Bani Fazara, Asyjabani Sulaim, Bani Sa’ad dan Ka’ab bin Asab. Usaha pemimpin Yahudi, Huyay bin Akhtab, membuhkan hasil pasukan berangkat ke Madinah untuk menyerang kaum Muslim. Berita penyerangan itu terdengar oleh Nabi Muhammad SAW. Kaum Muslim segera menyiapkan strategi perang yang tepat untuk mengahadapi pasukan musuh. Salman Al-Farisi, sahabat nabi yang memiliki banyak pengalaman tentang seluk beluk peperangan, mengusulkan untuk membangun sistem pertahanan parit (Khandaq). Ia menyarankan agar menggali parit diperbatasan kota Madinah, dengan demikian gerakan pasukan musuh akan terhambat oleh parit tersebut. Usaha tersebut ternyata berhasil menghambat pasukan musuh.
b.      Sariyah  ( Perang yang dipimpin oleh sahabat atas penunujukan Nabi Muhammad SAW)
1.      Sariyah Hamzah bin Abdul Muthalib (Ramadhan 1H)
Perang ini merupakan sariyah pertama yang terjadi dalam sejarah Islam. Sariyah ini berlangsung di dataran rendah Al-Bahr, tidak jauh dari kota Madinah. Pasukan Muslimin dipimpin Hamzah bin Abdul Muthalib, sedangkan pasukan Quraisy dipimpin Abu Jahal bin Hisyam. Perang ini tidak menimbulkan korban karena segera dilerai Majdi bin Amr.
2.      Sariyah Ubaidah bin Haris (Syawal 1 H)
Sariyah ini berlangsung di Al-Abwa’, desa antara Mekkah dan Madinah. Kaum Muslimin berjumlah 80 orang, sedangkan kaum Quraisy berjumlah sekitar 200 orang. Kaum Muslimin (semuanya Muhajirin) dipimpin Ubaidah bin Haris, sedangkan kaum Quraisy dipimpin Abu Sufyan. Perang ini tidak mengakibatkan bentrok fisik, namun Sa’ad bin Abi Waqqas sempat melepaskan anak panahnya. Peristiwa tersebut menandai lepasnya anak panah pertama dalam sejarah perag Islam.


3.      Sariyah Abdullah bin Jahsy (Rajab 2 H)
Perang ini dipimpin Abdullah bin Jahsy, sedangkan kaum Quraisy dipimpin Amir bin Hasmari. Perang ini terjadi di Nakhlah, antara Thaif dan Mekah. Kaum Muslimin berhasil membunuh Arm bin Hasrami dan menahan dua orang Quraisy sebagai tawanan perang. Kaum muslimin juga memperoleh harta rampasan perang dan membawanya ke hadapan Nabi Muhammad SAW. Nabi menyatakan bahwa beliau tidak pernah menyuruh mereka berperang karena pada bulan Rajab diharamkan untuk` membunuh atau melakukan peperangan. Peristiwa tersebut kemudian digunakan oleh kaum Quraisy untuk memfitnah dengan mengatakan kaum Muslimin melanggar bulan suci. Pada saat itu turun firman Allah SWT surat Al-Baqarah (2) ayat 217 yang menjelaskan tentang ketentuan berperang pada bulan haram (bulan Rajab).




BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Dari penjelasan makalah di atas, dapat disimpulkan bahwa dakwah Nabi Muhammad SAW membagi menjadi dua periode, yaitu periode Makkah dan periode Madinah.
Pada periode Makkah, tiga tahun pertama, dakwah Islam dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Nabi Muhammad SAW mulai melakukan dakwah Islam di lingkungan keluarga, mula-mula istri beliau sendiri, yaitu Khadijah. Kemudian Ali bin Abi Tholib, Abu Bakar lalu Zaid (bekas budak beliau). Kemudian setelah turun ayat 94 surat Al-Hijr, Nabi Muhammad SAW mulai berdakwah secara terang-terangan, yang artinya:
“maka sampaikanlah olehmu secara tenag-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang musyrik.” (QS Al-Hijr: 94).
Sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah, didahului oleh dua peristiwa, yaitu bai’ah aqabah sughra (pertama) pada tahun 621 M dan bai’ah aqabah kubra (kedua) pada tahun 622 M. Sebelum sampai di Madinah, Nabi singgah di Qubah dan mendirikan Masjid yang pertama dalam sejarah Islam, di daerah itu.Penduduk Madinah yang menyambut kedatangan Rasulullah dan para sahabat ini mendapat julukan kaum Anshor. Dan orang-orang Islam di Makkah yang ikut bersama Nabi hijrah ke Madinah dijuluki kaum Muhajirin. Dalam periode Madinah inilah Rasulullah benar-benar dapat membina masyarakat yang kondusif. Sampai akhirnya terpilihnya Abu Bakar sebagai khalifah pertama umat Islam, setelah Nabi Muhammad wafat.





DAFTAR PUSTAKA

Ali, K. 2003. Sejarah Islam (Tarikh Pramodern). Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Amin, Samsul Munir. 2010. Sejarah Peradaban Islam cet.2.  Jakarta: Amzah.
Fatikhah. 2002. Sejarah Peradaban Islam. Pekalongan: STAIN Press.
Fu’adi, Imam. 2011. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: Teras.

Tidak ada komentar: