TUGAS
INDIVIDU
PIAGAM MADINAH (ISINYA)
Disusun guna memenuhi
tugas:
Mata
Kuliah : Sejarah Peradaban Islam
Dosen
Pengampu : Ely Mufidah, M.SI
Oleh :
YAUMUL MARKHAMAH
(2021115025)
Kelas :
G
Prodi : PAI
JURUSAN
TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI
(IAIN) PEKALONGAN
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah Swt yang
telah memberikan kekuatan dan kemampuan, sehingga tugas ini yang berjudul “Piagam
Madinah (Isinya)” ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam semoga
senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabatnya, keluarganya,
dan sekalian umatnya hingga akhir zaman.
Tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Ely Mufidah, M.SI selaku dosen pengampu mata kuliah Sejarah Peradaban Islam yang
telah memberikan tugas ini serta membantu memberikan motivasi dan masukan dalam
penyusunan makalah ini. Dalam penyusunan makalah ini, mungkin masih banyak
kekurangannya. Oleh sebab itu, penyusun berharap adanya kritik dan saran demi
kesempurnaan. Semoga makalah ini bermanfaat. Aamiin.
Penyusun
Yaumul
Markhamah
2021115025
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam telah mengenal sistem kehidupan masyarakat majemuk. Melalui
piagam ini ketika umat Islam memulai hidup bernegara setelah Nabi Muhammad SAW
hijrah ke Yastrib (sekarang namanya menjadi Madinah). Di sana beliau meletakkan
dasar kehidupan yang kuat bagi pembentukan masyarakat baru di bawah
kepemimpinannya yang terdiri dari tiga golongan, yaitu kaum Muslim, Muhajirin,
dan Ansor.
Setelah dua tahun hijrah, Rasulullah SAW mengumumkan aturan dan
hubungan antarkelompok masyarakat yang hidup di Madinah. Melalui piagam
Madinah, Rasulullah ingin memperkenalkan konsep negara yang ideal dalam proses
berbangsa dan bernegara sehingga terciptanya masyarakat yang adil, terbuka, dan
demokratis.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
kondisi masyarakat adanya Piagam Madinah?
2.
Apa
saja isi dari Piagam Madinah?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui kondisi masyarakat adanya Piagam Madinah.
2.
Untuk
mengetahui isi Piagam Madinah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kondisi Msyarakat Adanya Piagam Madinah
Kehidupan di Madinah dibagi menjadi tiga tahapan. Pertama, tahapan
masa yang banyak diwarnai guncangan dan cobaan, banyak rintangan muncul dari
dalam, musuh luar yang menyerang Madinah (tahun ke-6 H). Kedua, tahapan masa
perdamaian dengan para pemimpin paganisme, dan tahapan masa berdakwah Nabi
Muhammad SAW kepada para raja agar masuk Islam (tahun ke-8 H). Ketiga, tahapan
masa masuknya masyarakat ke agama Islam secara bersama-sama (tahun ke-11 H)
tahapan ini membentang hingga wafatnya Rasulullah SAW.
Agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi Muhammad SAW
mengadakan ikatan perjanjian dengan Yahudi dan orang-orang Arab yang masih menganut agama
nenek moyang. Sebuah piagam yang menjamin kebebasan beragama orang-orang Yahudi
sebagai suatu komunitas yang dikeluarkan. Setiap golongan masyarakat memiliki
hak tertentu dalam bidang politik dan keagamaan. Kemerdekaan beragama dijamin,
dan seluruh anggota masyarakat berkewajiban mempertahankan negeri dari serangan
luar. Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa Rasulullah SAW menjadi kepala
pemerintahan karena menyangkut peraturan dan tata tertib umum, otoritas mutlak
diberikan pada beliau. Dalam bidang sosial, dia juga meletakkan dasar persamaan
antara sesama manusia. Perjanjian itu, dalam pandangan ketatanegaraan sekarang,
sering disebut dengan konstitusi Madinah.
Dalam buku yang berjudul “Masyarakat Islam”, dasar-dasar pembentuk,
faktor-faktor yang melemahkan, cara memperbaiki/mengatasi telah diterangkan
bahwa budi pekerti Rasulullah SAW adalah faktor utama bagi berhasilnya
pembentukan masyarakat Islam yang pertama. Dimana Rasulullah dengan budi
pekerti yang luhur serta dapat dipercaya telah dapat memikat hati masyarakat
lain tertarik padanya.
Mengenai kapan penyusunan naskah piagam atau
perjanjian tertulis itu dilakukan oleh Nabi SAW tidak pasti, mengenai waktu dan
tanggalnya. Apakah waktu pertama hijriyah atau sebelum waktu perang Badar atau
sesudahnya. Menurut Watt, para sejarah umumnya berpendapat bahwa piagam itu
dibuat pada permulaan periode Madinah tahun pertama hijrah. Well Husen
menetapkannya sebelum perang Badar sedangkan Hurbert Grimne berpendapat bahwa
piagam itu dibuat setelah perang Badar. Dan masih banyak lagi orang yang berpendapat
tentang kapan penyusunan Piagam Madinah.
Konstitusi Madinah sebagaimana diakui oleh Watt, merupakan sesuatu
yang mendasar dalam menentukan sifat dasar “negara Islam” awal. Hal tersebut
dapat dilihat dari poin-poin yang termaktub di dalamnya, antara lain:
1.
Orang-orang
yang beriman dan para pengikutnya merupakan suatu masyarakat tunggal (ummah).
2.
Setiap
suku atau sub-suku dalam masyarakat bertanggung jawab atas pembayaran uang
tebusan atau uang tebusan atas nama anggota-anggotanya.
3.
Anggota-anggota
masyarakat memperlihatkan solidaritas mereka secara mutlak melawan tindak
kejahatan dan tidak mendukung tindak kejahatan tersebut walaupun yang terlibat
di dalamnya adalah kerabat mereka.
4.
Anggota-anggota
masyarakat memperlihatkan solidaritas mereka secara mutlak untuk melawan para
Kafir, baik pada masa damai atau perang, dan juga memperlihatkan solidaritas
dalam memberikan perlindungan kepada tetangga.
5.
Orang-orang
Yahudi dari berbagai sekte merupakan bagian dari masyarakat dan mereka boleh
tetap dalam agamanya, kaum Yahudi dan kaum Muslim saling membantu termasuk
dalam bidang militer (jika diperlukan).
Poin-poin di atas dengan jelas memberikan landasan bagi
terbentuknya sebuah konfiderasi, meskipun dapat dikatakan jika Konstitusi
Madinah bukanlah hasil dari seorang teoritis politik. Bahkan, lebih lanjut
menurut Watt tidak mengenalkan sesuatu yang baru kecuali hanya satu hal bahwa
anggota konfiderasi dilarang membela, mendukung tindak kejahatan walaupun yang
terlibat di dalamnya adalah kerabat dekatnya. Ini artinya Konstitusi Madinah
tidak lain adalah sesuatu yang sudah berakar dalam mentalis dan adat-istiadat
Bangsa Arab pra Islam.
B.
Isi Piagam Madinah
Ini adalah sebuah shahifah (piagam)
dari Nabi Muhammad SAW (yang mengatur hubungan) antara mukmin Quraisy dan Yastrib
(Madinah) dan orang-orang yang mengikuti, bergabung dan berjuang (jahadu)
bersama-sama dengan mereka.
1. Mereka adalah satu masyarakat (ummah) yang mandiri, berbeda dari
yang lain.
2. Muhajirin Quraisy, seperti kelaziman mereka masa lalu, bersama-sama (secara
kelompok) membayar diyat dikalangan mereka sendiri, dan mereka (sebagai
satu kelompok) menerima uang tebusan atas tawanan-tawanan mereka (ini harus
dilaksanakan) dengan benar dan adil diantara para mukminin.
3. Banu ‘Auf, seperti kelaziman mereka masa lalu bersama-sama (secara
kelompok) membayar diyat. Setiap thaifah (sub-clan) menerima
tebusan tawanan mereka (ini harus dilaksanakan) dengan benar dan adil
dikalangan semasa mukminin.
4. Banu al-Hadits, seperti kelaziman mereka masa lalu, bersama-sama (secara
kelompok) membayar diyat. Setiap thaifah (sub-clan) menerima
tebusan tawanan mereka (ini harus dilakukan) dengan benar dan adil dikalangan
sesama mukminin.
5. Banu Sa’idah, seperti kelaziman mereka masa lalu, bersama-sama (secara
kelompok) membayar diyat. Setiap thaifah (sub-clan) menerima
tebusan tawanan mereka (ini harus dilakukan) dengan benar dan adil dikalngan
sesama mukminin.
6. Banu Jusham, seperti kelaziman mereka masa lalu, bersama-sama (secara
kelompok) membayar diyat. Setiap thaifah (sub-clan) menerima
tebusan tawanan mereka (ini harus dilakukan) dengan benar dan adil dikalangan
sesama mukminin.
7. Banu an-Najar, seperti kelaziman mereka masa lalu, bersama-sama (secara
kelompok) membayar diyat. Setiap thaifah (sub-clan) menerima
tebusan tawanan mereka (ini harus dilakukan) dengan benar dan adil dikalangan
sesama mukminin.
8. Banu Amir ibn Auf. seperti kelaziman mereka masa lalu, bersama-sama (secara
kelompok) membayar diyat. Setiap thaifah (sub-clan) menerima
tebusan tawanan mereka (ini harus dilakukan) dengan benar dan adil dikalangan
sesama mukminin.
9. Banu an-Nabit, seperti kelaziman mereka masa lalu, bersama-sama (secara
kelompok) membayar diyat. Setiap thaifah (sub-clan) menerima
tebusan tawanan mereka (ini harus dilakukan) dengan benar dan adil dikalangan
sesama mukminin.
10. Banu al-Aus, seperti kelaziman mereka masa lalu, bersama-sama (secara
kelompok) membayar diyat. Setiap thaifah (sub-clan) menerima
tebusan tawanan mereka (ini harus dilakukan) dengan benar dan adil dikalangan
sesama mukminin.
11. Mukminin tidak (diperkenankan) menyingkirkan orang yang berhutang tapi
harus memberinya (bantuan) menurut kewajaran, baik untuk (membayar) tebusan
maupun untuk (membayar) diyat.
12. Setiap mukmin tidak diperkenankan mengangkat sebagai keluarga (halif)
maula (klien) dari seorang mukmin lainnya tanpa kerelaan (induk semangnya).
13. Mukmin yang takwa kepada Allah akan bermusuhan dengan siapa saja yang
berbuat salah, atau merencanakan berbuat keonaran, dan atau yang menyebarkan
kejahatan, dan atau yang berbuat dosa, dan atau bersikap bermusuhan, dan atau
membuat kerusakan dikalangan mukminin. Semua orang akanturuntangan walaupun dia
(yang berbuat jahat itu adalah) salah seorang nak mereka sendiri.
14. Seorang mukmin tidak (diperkenankan) membunuh seseorang mukmin untuk
kepentingan kafir dan tidak (diperkenankan) juga berpihak kepada kafir (dalam
sengketanya dengan) seorang mukmin.
15. Lindungan Allah adalah satu, namun seseorang boleh memberikan perlindungan
terhadap orang asing atas tanggung jawabnya sendiri. Sesama mukmin adalah
bersaudara, antara satu sama lain (wajib) bersama-sama menghadapi pengecilan
orang luar.
16. Siapa saja Yahudi yang mau bergabung (berhak) mendapat bantuan dan
persamaan (hak). Dia tidak boleh diperlakukan secara buruk dan tidak boleh pula
memberikan bantuan kepada musuh-musuh mereka.
17. Perdamaian (silm) dikalangan mukminin tidak dapat dibagi-bagi
(dipecah-pecah). Tidak diperkenankan membuat perdamaian terpisah dikalngan
orang-orang mukminin sedang perang di jalan Allah. Persyaratan haruslah benar
dan adil terhadap semua pihak.
18. Dalam peperangan, setiap prajurit (kaveleri) harus mengambil
gilirannya, saling susul-menyusul.
19. Mukminin harus menuntut balas darah yang tertumpah di jalan Allah. Mukmin
yang takwa kepada Allah akan mendapat nikmat bimbingan yang terbaik dan yang
paling mulia.
20. Tidak ada musyrik (polytheis) yang akan mengambil milik atau diri
orang-orang Quraisy yang berada di bawah proteksinya, tidak pula dia campur
tangan terhadap seseorang mukmin.
21. Siapa saja yang menyebabkan terjadinya pembunuhan terhadap seseorang mukmin
tanpa alasan yang benar akan diambil tuntut balas, kecuali keluarganya rela
dengan menerima diyat, dan mukmin akan menghadapinya seorang oknum, dan
mereka terikat untuk mengambil tindakan terhadapnya.
22. Adalah suatu perbuatan yang tidak dierkenankan (melanggar hukum) bagi
mukmin yang diberlakukan piagam ini dan beriman kepada Allah serta hari Kiamat, membantu kejahatan dan atau
melindunginya. Jika dia melakukannya, maka laknat dan kemurkaan Allah akan
menimpa dirinya pada hari bangkit nanti, dan tidak ada taubat serta tebusan
yang diterima lagi darinya.
23. Kapan saja terjadi perselisihan paham tentang sesuatu masalah diantara anda
(orang-orang yang terikat dengan piagam ini) haruslah dikembalikan kepada Allah
dan Rasulnya (untuk diselesaikan).
24. Yahudi akan menyokong biaya perang selama (dan sepanjang) mereka (ikut)
berperang bersama-sama mukmin.
25. Yahudi Banu Auf adalah satu umat dengan mukmin (Yahudi berada dalam agama
mereka dan muslim dalam agama mereka sendiri), termasuk orang-orang merdeka
dikalangan mereka dan pribadi-pribadi mereka, kecuali mereka yang berperilaku
tidak benar dan jahat, karena mereka mengikuti orang-orang yang di luar mereka
dan keluarga mereka.
26. Hal yang sama (seperti pasal 25) diberlakukan juga terhadap orang-orang
Yahudi Banu an-Najjar.
27. Hal yang sama (seperti pasal 25) diberlakukan juga terhadap orang-orang
Yahudi Banu al-Harits.
28. Hal yang sama (seperti pasal 25) diberlakukan juga terhadap orang-orang
Banu Sa’idah.
29. Hal yang sama (seperti pasal 25) diberlakukan juga terhadap orang-orang
Yahudi Banu Jusham.
30. Hal yang sama (seperti pasal 25) diberlakukan juga terhadap orang-orang
Yahudi Banu al-Aws.
31. Hal yang sama (seperti pasal 25) diberlakukan juga terhadap orang-orang Yahudi
Banu Tsa’labah.
32. Hal yang sama (seperti pasal 25) diberlakukan juga terhadap orang-orang
Yahudi Banu Jafnah thehaifah dari Banu Tsa’labah.
33. Hal yang sama (seperti pasal 25) diberlakukan juga terhadap orang-orang
Yahudi as-Syutaibah.
Loyalitas adalah satu perlindungan terhadap
pengkhianatan.
34. Maula Banu Tsa’labah adalah mereka sendiri.
35. Teman dekat (bithanah) orang-orang Yahudi adalah seperti mereka
sendiri.
36. Tidak boleh seorang pun (anggota ummah) pergi berperang tanpa izin
Nabi Muhammad SAW, namun mereka tidak dicegah mengambil tindakan balas terhadap
luka yang diderita oleh seseorang (diantara mereka). Orang yang membunuh
seseorang tanpa peringatan (terlebih dahulu sama artinya dengan) membunuh
dirinya sendiri dan anak isterinya, kecuali (pembunuhan itu dilakukan) terhadap
seseorang yang telah berbuat jahat terhadapya, karena (hal seperti itu) Allah
akan menerimanya.
37. Yahudi memikul beban biaya mereka sendiri, demikian juga muslim memikul
beban biaya mereka sendiri pula. Setiap pihak harus membantu pihak lain terhadap
siapa pun yang menyerang orang-orang dalam piagam ini. Mereka harus nasehat
menasehati dan berkonsultasi yang saling menguntungkan dan loyalitas adalah
satu perlindungan terhadap pengkhianatan.
38. Seorang anggota aliansi tidak mempunyai tanggung jawab hukum terhadap
kejahatan yang dilakukan oleh orang aliansinya orang yang dizalimi harus
dibantu.
39. Yastrib akan menjadi tempat suci (pusat pemerintahan) bagi orang-orang
tersebut dalam piagam ini.
40. Orang asing yang berada di bawah perlindungan (jar) sama seperti si
pelindungnya (sendiri), tidak melakukan hal-hal yang berbahaya dan terlibat
dalam kejahatan.
41. Seseorang perempuan hanya bisa diberikan perlindungan (tujar) jika
ada kerelaan dari keluarganya.
42. Seandainya ada perselisihan atau perdebatan yang berkepanjangan yang bisa
menimbulkan kesulitan haruslah dikembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah
menerima apa yang paling dekat kepada kesalehan dan kebajikan dalam piagam ini.
43. Quraisy (jahili) dan penolong-penolong tidak boleh diberikan
perlindungan.
44. Pihak-pihak yang terikat dalam persetujuan ini, berkewajiban untuk saling
membantu melawan penyerangan terhadap Yastrib.
45. Jika mereka diminta membuat perdamaian dan menjaga perdamaian, mereka
haruslah melakukannya, dan jika mereka membuat sebuah tuntutan yang sama
terhadap kaum Muslim, maka harus pula dilaksanakan, kecuali dalam hal jihad.
Setiap orang akan mendapat bagiannya dari pihak dimana dia berada.
46. Yahudi dari al-‘Aus, orang-orang merdeka dikalangan mereka dan
mereka sendiri, mempunyai kedudukan yang sama dengan orang-orang yang terikat
piagam ni dalam loyalitas yang murni dari orang-orang yang tersebut dalam
piagam ini.
47. Seseorang yang memperoleh sesuatu (boleh) memilikinya sendiri.
Tuhan berkenan akan piagam ini. Piagam ini tidak akan melindungi orang
yang berbuat jahat dan berdosa. Orang yang pergi berperang dan orang yang
tinggal di rumah di dalam kota adalah aman, kecuali yang berbuat jahat dan
berdosa. Allah adalah pelindung yang baik (baik) orang-orang yang takwa dan
Nabi Muhammad SAW adalah Rasul Allah.
Dari piagam 47 butir Piagam Madinah menurut penomoran Schacht jelas
terlihat beberapa asas yang dianut:
1.
Asas
Kebebasan Beragama
Negara mengakui dan melindungi setiap kelompok untuk beribadah
menurut agamanya masing-masing.
2.
Asas
Persamaan
Semua orang mempunyai kedudukan yang sama sebagai anggota
masyarakat, wajib saling membantu dan tidak boleh seorang pun diperlakukan
secara buruk. Bahkan orang yang lemah harus dilindungi dan dibantu.
3.
Asas
Kebersamaan
Semua anggota masyarakat mempunyai hak dan kewajiban yang sama
terhadap negara.
4.
Asas
Keadilan
Setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sma dihadapan hukum.
Hukum harus ditegakkan. Siapa pun yang melanggar harus terkena hukuman. Hak
individu diakui.
5.
Asas
Perdamaian yang Berkeadilan.
Adapun penjabaran dari piagam ini yang dijadikan sebagai dasar
dalam membina masyarakat Islam yang baru dibentuk Rasulullah SAW meliputi
beberapa prinsip, yaitu:
1.
Al-Ukhwah, yang meliputi Ukhuwah Basyariyah, Ukhuwah Wahtaniyah, dan Ukhuwah
Islamiyah. Maka seluruh penduduk Madinah adalah saudara, mereka yang
sebelumnya lebih menonjolkan identitas kesukuan setelah memilih Islam diganti
dengan identitas Islam dan loyalitas kailah diganti dengan loyalitas Islam.
Karena itu semua penduduk harus menjaga dan bertanggung jawab terhadap keamanan
wilayah dan jika mendapat serangan dari musuh semua harus ikut membelanya.
2.
Al-Musawa,
semua penduduk memiliki kedudukan yang sama dan setiap warga
masyarakat memiliki hak kemerdekaan, kebebasan (Al-Hurriyyah) dan yang
membedakan hanyalah ketakwaannya.
3.
At-Tasamuh,
umat Islam siap berdampingan secara baik dengan semua penduduk
termasuk Yahudi dan mereka mendapat perlindungan dari negara serta bebas
melaksanakan ajaran agamanya, semua penduduk harus memiliki sikap toleransi.
4.
Al-Ta’awun,
semua penduduk harus saling tolong-menolong dalam hal kebaikan.
5.
Al-Tasyawur, jika ada persoalan dalam negara harus melakukan musyawarah dalam
suatu urusan/permasalahan tersebut.
6.
Al-‘Adalah, berkaitan erat dengan hak dan kewajiban setiap individu dalam
kehidupan bermasyarakat. Adil dalam hal ini bukan berarti sama rata tetapi yang
dimaksud adalah sesuai dengan kapasitas masing-masing.
Menurut Ibnu Hisyam, isi perjanjian (Piagam Madinah) antara lain
sebagai berikut:
1.
Pengakuan
atas hak pribadi keagamaan dan politik.
2.
Kebebasan
beragama terjamin untuk semua umat.
3.
Adalah
kewajiban penduduk Madinah, baik Muslim maupun non Muslim, dalam hal moril
maupun materiil. Mereka harus bahu-membahu menangkis semua serangan terhadap
kota mereka (Madinah).
4.
Rasulullah
SAW adalah pemimpin umum bagi penduduk Madinah. Kepada beliaulah dibawa segala
perkara dan perselisihan yang besar untuk diselesaikan.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi Muhammad SAW
mengadakan ikatan perjanjian dengan Yahudi dan orang-orang Arab. Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa
Rasulullah SAW menjadi kepala pemerintahan karena menyangkut peraturan dan tata
tertib umum, otoritas mutlak diberikan pada beliau. Dalam bidang sosial, dia
juga meletakkan dasar persamaan antara sesama manusia. Perjanjian itu, dalam
pandangan ketatanegaraan sekarang, sering disebut dengan konstitusi Madinah.
Konstitusi Madinah sebagaimana diakui oleh Watt, merupakan sesuatu
yang mendasar dalam menentukan sifat dasar “negara Islam” awal. Dari piagam 47
butir Piagam Madinah menurut penomoran Schacht jelas terlihat beberapa asas
yang dianut: asas kebebasan beragma, asas persamaan, asas kebersamaan, asas
keadilan, asas perdamaian yang berkeadilan, dan asas musyawarah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mubarakfury,
Syaikh Shafiyyurrahman. 2007. Sirah Nabawiyah. Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar.
Fatikhah. 2011. Sejarah Peradaban Islam. Pekalongan: STAIN
Press.
In’am Esha,
Muhammad. 2011. Percikan Filsafat Sejarah dan Peradaban Islam. Malang:
UIN Maliki Press.
Munir Amin,
Samsul. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah, 2010.
Syalabi, A.
2003. Sejarah dan Kebudayaan Islam I. Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru.
Syukur, Fatah.
2011. Sejarah Peradaban Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar