Total Tayangan Halaman

Rabu, 16 Maret 2016

Kehidupan Sufistik Rasulullah dan Sahabat Terpilih




Memahami Kehidupan Sufistik Rasulullah
dan Sahabat Terpilih

Disusun guna memenuhi tugas:
Mata Kuliah              : Ilmu Tasawuf
Dosen Pengampu      : Drs. H. Ismail, M.Ag



Oleh Kelompok 2 :

                                    Auliya Nisa ‘Arofani             (2021115013)
                                    Tri Nur Janah                       (2021115017)
                                    Khoirunnisa                           (2021115018)
Yaumul Markhamah            (2021115025)

Kelas : A
Prodi : PAI

JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2016



KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan kekuatan dan kemampuan, sehingga makalah yang berjudul “Memahami Kehidupan Sufistik Rasulullah dan Sahabat Terpilih” ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw, para sahabatnya, keluarganya, dan sekalian umatnya hingga akhir zaman.
Makalah ini merupakan materi yang dipaparkan untuk membahas tentang  beberapa fase perkembangan tasawuf dan diskripsi praktik sufistik para sahabat. Semoga makalah ini bermanfaat. Aamiin.











                                                                                    Penyusun


BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Rasulullah SAW merupakan sosok manusia yang mulia dan sempurna. Sosok manusia yang mampu dijadikan panutan atau teladan, terutama dalam hal ibadah. Betapa sempurnanya Rasulullah dalam beribadah sehingga membuat Beliau begitu dekat dengan Allah SWT. Upaya Rasulullah SAW dalam melakukan pendekatan kepada Allah SWT diantaranya melalui tasawuf.
Di era Rasulullah SAW dan para sahabat, kehidupan tasawuf mereka begitu kental dan murni sehingga layak dan patut kita jadikan teladan. Hal tersebut akan menjadi pokok pembahasan dalam makalah ini dan nantinya kita bisa mengambil hikmah dari kehidupan mereka.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah fase-fase perkembangan tasawuf masa Rasulullah SAW?
2.      Bagaimana praktik sufistik para sahabat?
C.    Tujuan Masalah
1.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Tasawuf
2.      Untuk mengetahui fase-fase perkembangan tasawuf masa Rasulullah SAW
3.      Untuk mengetahui praktik sufistik para sahabat


BAB II PEMBAHASAN
A.    Fase Perkembangan Tasawuf
Dalam sejarah perkembangan tasawuf, yang pertama kali muncul adalah gerakan hidup zuhud (arketisisme) dalam pengertian yang sederhana, yaitu sekitar abad I dan II H.
Kehidupan tasawuf tumbuh dan berkembang bersamaan dengan tumbuh dan berkembangnya  agama Islam mulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Bahkan sebelum Nabi Muhammad SAW diangkat secara resmi oleh Allah SWT sebagai  Rasul-Nya, kehidupan beliau sudah mencermikan ciri-ciri dan perilaku kehidupan sufi, dimana bisa dilihat dari kehidupan sehari-hari beliau yang sangat sederhana dan menderita, beliau menghabiskan waktunya dalam beribadah dan bertaqarrub pada Tuhannya.
Sebelum Nabi Muhammad SAW menerima wahyu dari Allah SWT pertama kali, beliau sudah sering kali melakukan kegiatan sufi dengan melakukan uzlah (menyendiri) di Gua Hira selama berbulan-bulan. Sampai beliau menerima wahyu pertama saat diangkat oleh Allah SWT sebagai rasul pada tanggal 17 Ramadhan tahun pertama kenabian
Kehidupan beliau dalam rumah tangga yang amat sederhana memberikan contoh bagi para sahabatnya dengan hidup sederhana dan meninggalkan kemewahan dunia. Mulai dari perabot rumah tangga, makanan, minuman, pakaian, yang dipakai sehari-hari sungguh amat sederhana.
Sahabat  Ibnu Mas’ud ra, menerangkan bahwa ia pernah masuk ke rumah Rasulullah dan didapatinya Nabi sedang berbaring di atas sepotong anyaman daun kurma yang memberi bekas dipipinya. Dengan sedih Ibnu Mas’ud bertanya : “Ya Rasulullah, apakah tidak lebih baik aku mencari bantal  untukmu”. Nabi menjawab: “Tak ada hajatku untuk itu. Aku dan dunia adalah laksana seorang  yang sedang bepergian, sebentar berteduh dikala matahari sangat terik di bawah naungan sebuah pohon  yang rindang, untuk kemudian berangkat lagi dari situ ke arah tujuannya”.
            Demikian contoh yang diberikan oleh manusia termulia dan pemimpin manusia tertinggi ini, untuk membuka mata sahabat-sahabatnya, untuk apa sebenarnya manusia itu hidup. Untuk membuka hati keluarganya dan sahabat-sahabatnya, sehingga tubuh yang kasar itu dapat menerima percikan cahaya Ilahi yang lebih tinggi tentang wujud, sehingga dengan demikian dapat tercipta manusia yang sempurna untuk hidup sederhana, menerima keadaan seadanya, manusia yang adil, manusia yang tinggi tingkat dan derajatnya manusia yang menciptakan kebaikan, manusia yang bermutu emas dalam bungkusan pakaian kemakrifatan.
            Didikan yang dibawa Nabi Muhammad SAW memang bukan hanya sekedar  pengajaran semata-mata. Beliau memberi contoh dengan perbuatan dan tingkah lakunya, bukan hanya menyuruh atau menganjurkan yang ia sendiri tidak melakukannya. Memang prinsip hidup sederhana semacam itulah yang sangat menonjol dalam kehidupan Nabi dan prinsip ini pula yang sangat sangat dipegang teguh dan dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW. Bahkan beliaupun sempat memberikan ajaran tentang batas antara kaya dan miskin. Beliau menetapkan: “Barangsiapa di pagi hari merasa aman di rumahnya, merasa sehat badan dan melihat cukup makanannya untuk sehari, maka seakan-akan Tuhan telah mengaruniakan kepada orang itu, seluruh dunia seisinya”. Oleh karena itu, Utsman bin Affan menetapkan ukuran hidup sepanjang sejarah Nabi SAW, bahwa tak ada seorang manusiapun yang mempunyai hal lebih dari tiga perkara: rumah untuk didiami, pakaian untuk menutupi aurat, dan sepotong roti serta segelas air minum.
            Ajaran ini dipraktikkan oleh sahabat-sahabat Nabi SAW. Tatkala ada seorang sahabat bertanya kepada Abdullah bin Umar: “Apakah kami termasuk orang fakir?”. Katanya: “Apakah kamu mempunyai tempat tinggal?” jawabnya: “Ya”, maka kata Abdullah bin Umar: “Engkau termasuk orang kaya”. Kata orang itu lagi: “Bahkan aku punya seorang pelayan”. Lalu jawab Abdullah bin Umar: ”Jika demikan engkau termasuk golongan raja-raja.
Gambaran kehidupan sufi pada masa zaman Nabi yang dipraktikkan langsung oleh Nabi Muhammad SAW sendiri dan diikuti oleh para sahabatnya dalam kehidupan sehari-hari. Kehidupan sufi nabi inilah yang mempengaruhi para sahabatnya dalam kehidupan mereka sehari-hari dan keadaan ini berlanjut terus dengan diikuti para Tabi’i Tabi’it Tabi’in sampai sekarang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa nabi telah memberikan contoh dan sekaligus meletakkan dasar hidup kerohanian dan tarekat bagi para pengikutnya sepanjang zaman.
            Sebagai bukti nyata bahwa kehidupan sufi yang telah dipraktikkan langsung oleh nabi sangat berpengaruh  pada kehidupan para sahabatnya. Hal ini dapat dilihat dari suasana kehidupan para sahabat beliau yang hidup secara sangat sederhana dan bahkan serba kekurangan, tetapi dalam diri mereka memancar semangat beribadah. Hal ini tampak dalam kehidupan para sahabat beliau, seperti Abu Hurairah, Abu Darda’, Salman al-Farisi, Abu bakar Ash Shiddiq, Umar-bin Khathab, Utsman bin Affan, Ali Bin Abi Thalib, Thalhah, Abdullah bin Umar dan sebagainya.
            Dan perkembangan sufi kemudian dilanjutkan oleh generasi dari kalangan Tabi’in, diantaranya adalah Imam Hasan Basri, seorang ulama’besar Tabi’in murid dari Hudzaifah al-Yamani beliau inilah yang pertama-tama mendirikan pengajian tasawuf di kota Bashrah. Diantara murid-murid beliau yang dididik dalam madrasah tasawuf pertama adalah Malik bin Dinar, Tsabit al-Banay, Ayub al-Saktiyany dan  Muhammad bin Wasi’.
Setelah berdirinya madrasah tasawuf pertama di Bashrah lalu disusul dengan berdirinya madrasah di tempat lain, seperti di Iraq yang dipimpin oleh seorang tokoh ulama kalangan Tabi’in lainnya yang cukup terkenal yaitu Said bin Musayyab dan di Khurasan pula berdiri madrasah tasawuf yang dipimpin oleh Ibrahim bin Adham. Dengan berdirinya madrasah-madrasah ini menambah jelas kedudukan dan kepentingan tasawuf dalam masyarakat Islam yang sangat memerlukannya. Sejak itulah pelajaran ilmu tasawuf  telah mendapatkan kedudukan yang tetap dan tidak akan terlepas dari masyarakat Islam sepanjang masa.
            Para penyebar agama Islam pada umumnya terdiri dari kalangan ulama’ sufi, maka dengan sendirinya ajaran yang dibawanya dipengaruhi oleh ilmu tasawuf. Dengan demikian, para da’i Islam tersebut juga secara langsung mengembangkan ajaran tarekatnya diberbagai daerah yang menjadi sasaran dakwahnya. Pada akhirnya ajaran tasawuf tersebar berkembang dengan cepat sejalan dengan perkembangan agama Islam itu sendiri.

B.     Praktik Sufistik Para Sahabat
Kehidupan dan ucapan para sahabatpun merupakan sumber tempat menimba para sufi. Kehidupan dan ucapan mereka menunjukkan adanya sikap zuhd (arketisisme), kehidupan sederhana dan kepasrahan kepada Allah SWT. Tindakan para sahabat sehari-hari sungguh mengikuti jejak Nabi dalam semua ucapan dan tindakan mereka.
            Berikut beberapa sahabat terpilih yang amalan dan ucapan mereka menjadi sumber ajaran tasawuf :
1.      Abu Bakar al-Shidiq
Abu Bakar merupakan salah seorang yang asketis, sehingga diriwayatkan bahwa selama 6 hari dalam seminggu ia selalu dalam keadaan lapar. Baju yang dimiliki tidak lebih dari satu, beliau pernah berkata : Jika seorang hamba begitu terpesona oleh suatu pesona dunia, Allah membencinya sampai ia meninggalkannya”. Beliau pernah memegang lidahnya seraya berkata : “Lidah inilah yang senantiasa mengancamku.” Selanjutnya beliau berkata : “Apabila seorang hamba telah dihinggapi ujub, karena sutu kemegahan dunia ini, maka Tuhan akan murka kepadanya sampai kemegahan itu diceraikannya.”
Tentang arti takwa, yakin dan rendah hati, dapat disimak dari ungkapannya : “Kami mendapat kedermawanan dalam takwa, kecukupan dalam yakin, dan kehormatan dalam rendah hati.” Kemudian tentang ma’rifat, beliau berkata : “Barang siapa merasakan sesuatu dari pengenalan terhadap Allah secara murni, dia akan lupa segala sesuatu selain Allah, dan menyendiri dari semua manusia.” Al-Junaid dalam penuturannya tentang Abu Bakar, berkata : “Ungkapan terbaik dalam hal tauhid adalah ucapan Abu Bakar al-Shidiq : Maha suci Zat yang tidak menciptakan jalan bag makhluk untuk mengenal-Nya, melainkan ketidakmampuan mengenal-Nya.
Tatkala Abu Bakar dipilih menjadi khalifah pertama, beliau mengucapkan kata-kata yang menunjukkan kejujuran, keikhlasan, dan kerendahan hatinya. Beliau berucap : “Sekarang aku telah kamu angkat menjadi kepala negara. Tetapi ketahuilah bahwa keangkatan itu aku terima, bukan karena aku yang terbaik diantara kalian. Oleh karena itu, ika aku benar dalam politik dan kebjaksanaanku, sokong dan bantulah aku, tetapi jika aku salah dan menyimpang daripada ajaran Allah dan sunnah Rasul, perbaikilah kesalahanku itu. Benar itu adalah kejujuran dan salah itu adalah penghianatan. Yakinlah orang yag lemah menjadi kuat padaku dengan membela haknya yang benar, sebaliknya orang yang kuat akan menjadi lemah padaku, jika ia dzalim. Waspadalah dan teruskanlah jihad kalian dalam membela kebenaran Tuhan.
2.      Umar bin Khattab
Di samping Abu Bakar, Umar bin Khattab pun terkenal dengan kebeningan jiwa kebersihan kalbunya, sehingga Rasulullah SAW bersabda: “Allah telah menjadikan kebenaran pada lidah dan kalbu Umar”. Dia terkenal dengan kesederhanaannya. Diriwayatkan, pada suatu ketika setelah dia menjabat sebagi khalifah, dia berpidato dengan memakai baju bertambal dua belas sobekan. Dan diriwayatkan, pada suatu hari beliau pernah terlambat datang ke masjid sehingga terlambat pula dilaksanakan shalat fardhu secara berjamaah, karena biasanya beliaulah yang menjadi imam. Salah satu seorang temannya bertanya, kenapa terlambat datang. Beliau menjawab: “Kain saya sedang dicuci dan tidak ada lagi yang lainnya.”
Umar adalah seorang sahabat terdekat dan setia kepada Rasulullah SAW. Kebrilianan beliau dalam berpikir dan memahami syariat Islam diakui sendiri oleh Nabi SAW. Bahkan beliau adalah salah seorang sahabat yang dinyatakan Rasulullah SAW akan masuk surga. Seperti kita kenal, Umar bin Khattab diberi gelar Amirul Mukminin, namanya harum dan kesohor karena keberanian beliau melakukan ijtihad.
Dalam keterangan tentang peneladanan para sufi terhadap Umar bin Khattab, al-Tusi menulis: “Dalam berbagai hal para sufi banyak meneladani Umar. Diantaranya ialah sifatnya yang memakai pakaian bertambal, sikapnya yang tegas, tindakannya dalam meninggalkan hawa nafsu, tindakannya dalam meninggalkan hal-hal yang meragukan (syubhat), kekeramatan yang dimilikinya, ketegarannya terhadap yang salah ketika kebenaran telah tampak, ketangguhannya dalam menegakkan kebenaran, tindakannya dalam menyamaratakan hak-hak orang yang dekat ataupun jauh dan keteguhannya yang tak tergoyahkan dalam ketaatan.”
3.      Usman bin Affan
Usman bin Affan telah masuk Islam pada awal kelahirannya atas ajakn Abu Bakar al-Shidiq. Beliau banyak sekali membantu perjuangan Rasulullah SAW. Setiap kali ada peperangan yang dipimpin oleh Raslullah SAW beliau selalu ikut serta, kecuali pada perang Badar. Karena beliau sedang mengurusi istrinya, Ruqayyah binti Muhammad SAW yang sedang menderita sakit hingga sampai ajalnya.
Usman bin Affan dikenal sebagai Zu al-Nurain, sebab beliau dikawinkan dengan Ruqayyah dan Ummi Kulsum, keduanya putri Rasulullah. Beliau juga termasuk salah sorang sahabat Nabi SAW yang diberi kabar gembira yaitu yang dijanjikan masuk surga. Dalam mencari rezeki, beliau tidak lupa terhadap amalan-amalan kerohanian. Membaca Al-Qur’an menjadi kegemaran beliau.
Sebagaimana kita kenal dalam  sejarah Islam, Usman bin Affan terbunuh sewaktu beliau membaca Al-Qur’an. Oleh para sufi, kasus pembunuhan beliau itu diinterpretasikan secara khusus. Misalnya saja, al-Tusi di dalam karyanya al-Luma’ berkata: “Diantara berbagai hal yang menunjukkan keitimewaannya dalam kamapanan, keteguhan dan kelurusannya ialah kisah bahwa pada hari ketika dia terbunuh, dia sama sekali tidak beranjak dari tempatnya. Bahkan dia tidak megizinkan seorangpun berperang. Dia tidak melepaskan mushaf dari pangkuannya sampai dia menghembuskan nafas terakhir, sementara darah memercik ke atas mushaf itu dan beliau sendiri bersimpah darah. Percikan darah itu mengena pada ayat: Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS. 2:137)”.
Diantara capan-ucapan Usman bin Affan yang menggambarkan ajaran tasawuf adalah: “Aku dapatkan kebajikan terhimpun dalam empat hal. Pertama, cinta kepada Allah. Kedua, sabar dalam melaksanakan hukum-hukum Allah. Ketiga, reda dalam menerima takdir (ketentuan) Allah. Keempat, malu terhadap pandangan Allah.”

4.      Ali bin Abi Thalib
Khalifah keempat ini tidak kalah mashurnya dalam kehidupan kerohanian. Pekerjaan dan cita-citanya yang besar menyebabkan dia tidak peduli bahwa pakaiannya sobek, lantas dijahitnya sendiri. Beliau adalah pahlawan besar, penakluk perang Khaibar. Karenanya beliau diberi gelar Asadullah (singa Allah).
Ali bin Abi Thalib dalam pandangan kaum sufi, secara khusus mempunyai kedudukan tersendiri. Dalam hal ini, Abu Ali al-Ruzabari berkata: “Dia dianugerahi ilmu ladunni, yaitu ilmu yang secara khusus dianugerahkan kepada manusia tetentu seperti kepada Khidr”, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. 18: 65 “Dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami”
Dikatakan, Ali bin Abi Thalib adalah sahabat Nabi SAW yang adil dan bijaksana. Beliau hidup dengan pola seerhana, pernah satu bulan hanya memakan tiga buah kurma setiap hari. Menurut Ibn Uyainah serta Imam al-Syafi’i, beliau sahabat Nabi SAW yang paling Zuhd. Sikap Zuhd tersebut boleh jadi dampak dari didikan Rasulullah SAW kepada keluarganya. Beliau dipandang oleh ahli sufi sebagai orang yang banyak menerima ilmu-ilmu istimewa langsung dari Nabi SAW.







BAB III PENUTUP
A.    Simpulan dan Saran
Simpulan dari pemaparan makalah ini bahwa sesungguhnya pertumbuhan dan perkembangan tasawuf itu sama dengan pertumbuhan dan perkembangan Islam itu sendiri. Kehidupan tasawuf tumbuh dan berkembang bersamaan dengan tumbuh dan berkembangnya  agama Islam mulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Bahkan sebelum Nabi Muhammad SAW diangkat secara resmi oleh Allah SWT sebagai  Rasul-Nya.
Gambaran kehidupan sufi pada masa zaman Nabi yang dipraktikkan langsung oleh Nabi Muhammad SAW sendiri dan diikuti oleh para sahabatnya dalam kehidupan sehari-hari. Kehidupan sufi nabi inilah yang mempengaruhi para sahabatnya dalam kehidupan mereka sehari-hari dan keadaan ini berlanjut terus dengan diikuti para Tabi’i Tabi’it Tabi’in sampai sekarang.
Beberapa sahabat terpilih yang amalan dan ucapan mereka menjadi sumber ajaran tasawuf antara lain Abu Bakar al-Shidiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.
Demikianlah paparan makalah ini, kami menyadari masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mohon saran dan kritik yang membangun guna menyempurnakan makalah. Semoga makalah ini bermanfaat. Sekian dan terima kasih.


DAFTAR PUSTAKA
As, Asmaran. 2002. Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada
            Toriqqudin, Moh. 2008. Sekularitas Tasawuf. Malang: UIN-Malang Press
            Zuhri, Ahmad. 2010. Ilmu Tasawuf, Pekalongan: STAIN Pekalongan Press

Tidak ada komentar: