Memahami Kehidupan
Sufistik Rasulullah
dan Sahabat Terpilih
Disusun guna memenuhi
tugas:
Mata
Kuliah : Ilmu Tasawuf
Dosen
Pengampu : Drs. H. Ismail, M.Ag
Oleh Kelompok 2 :
Auliya Nisa
‘Arofani (2021115013)
Tri Nur
Janah (2021115017)
Khoirunnisa (2021115018)
Yaumul
Markhamah (2021115025)
Kelas :
A
Prodi : PAI
JURUSAN
TARBIYAH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
PEKALONGAN
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang
telah memberikan kekuatan dan kemampuan, sehingga makalah yang berjudul “Memahami
Kehidupan Sufistik Rasulullah dan Sahabat Terpilih” ini dapat diselesaikan. Shalawat
dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw, para
sahabatnya, keluarganya, dan sekalian umatnya hingga akhir zaman.
Makalah
ini merupakan materi yang dipaparkan
untuk membahas tentang beberapa fase perkembangan
tasawuf dan diskripsi praktik sufistik para sahabat. Semoga makalah ini
bermanfaat. Aamiin.
Penyusun
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Rasulullah SAW merupakan sosok manusia yang mulia dan sempurna.
Sosok manusia yang mampu dijadikan panutan atau teladan, terutama dalam hal
ibadah. Betapa sempurnanya Rasulullah dalam beribadah sehingga membuat Beliau
begitu dekat dengan Allah SWT. Upaya Rasulullah SAW dalam melakukan pendekatan
kepada Allah SWT diantaranya melalui tasawuf.
Di era Rasulullah SAW dan para sahabat, kehidupan tasawuf mereka
begitu kental dan murni sehingga layak dan patut kita jadikan teladan. Hal
tersebut akan menjadi pokok pembahasan dalam makalah ini dan nantinya kita bisa
mengambil hikmah dari kehidupan mereka.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah
fase-fase perkembangan tasawuf masa Rasulullah SAW?
2.
Bagaimana
praktik sufistik para sahabat?
C.
Tujuan Masalah
1.
Untuk
memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Tasawuf
2.
Untuk
mengetahui fase-fase perkembangan tasawuf masa Rasulullah SAW
3.
Untuk
mengetahui praktik sufistik para sahabat
BAB II PEMBAHASAN
A.
Fase Perkembangan Tasawuf
Dalam sejarah perkembangan tasawuf, yang pertama kali muncul adalah
gerakan hidup zuhud (arketisisme) dalam pengertian yang sederhana, yaitu
sekitar abad I dan II H.
Kehidupan tasawuf tumbuh dan berkembang bersamaan dengan tumbuh dan
berkembangnya agama Islam mulai sejak
zaman Nabi Muhammad SAW. Bahkan sebelum Nabi Muhammad SAW diangkat secara resmi
oleh Allah SWT sebagai Rasul-Nya,
kehidupan beliau sudah mencermikan ciri-ciri dan perilaku kehidupan sufi,
dimana bisa dilihat dari kehidupan sehari-hari beliau yang sangat sederhana dan
menderita, beliau menghabiskan waktunya dalam beribadah dan bertaqarrub pada Tuhannya.
Sebelum Nabi Muhammad SAW menerima wahyu dari Allah SWT pertama
kali, beliau sudah sering kali melakukan kegiatan sufi dengan melakukan uzlah
(menyendiri) di Gua Hira selama berbulan-bulan. Sampai beliau menerima wahyu
pertama saat diangkat oleh Allah SWT sebagai rasul pada tanggal 17 Ramadhan
tahun pertama kenabian
Kehidupan beliau dalam rumah tangga yang amat sederhana memberikan
contoh bagi para sahabatnya dengan hidup sederhana dan meninggalkan kemewahan
dunia. Mulai dari perabot rumah tangga, makanan, minuman, pakaian, yang dipakai
sehari-hari sungguh amat sederhana.
Sahabat Ibnu Mas’ud ra,
menerangkan bahwa ia pernah masuk ke rumah Rasulullah dan didapatinya Nabi sedang
berbaring di atas sepotong anyaman daun kurma yang memberi bekas dipipinya.
Dengan sedih Ibnu Mas’ud bertanya : “Ya Rasulullah, apakah tidak lebih baik
aku mencari bantal untukmu”. Nabi
menjawab: “Tak ada hajatku untuk itu. Aku dan dunia adalah laksana
seorang yang sedang bepergian, sebentar
berteduh dikala matahari sangat terik di bawah naungan sebuah pohon yang rindang, untuk kemudian berangkat lagi
dari situ ke arah tujuannya”.
Demikian contoh
yang diberikan oleh manusia termulia dan pemimpin manusia tertinggi ini, untuk
membuka mata sahabat-sahabatnya, untuk apa sebenarnya manusia itu hidup. Untuk
membuka hati keluarganya dan sahabat-sahabatnya, sehingga tubuh yang kasar itu dapat
menerima percikan cahaya Ilahi yang lebih tinggi tentang wujud, sehingga dengan
demikian dapat tercipta manusia yang sempurna untuk hidup sederhana, menerima
keadaan seadanya, manusia yang adil, manusia yang tinggi tingkat dan derajatnya
manusia yang menciptakan kebaikan, manusia yang bermutu emas dalam bungkusan
pakaian kemakrifatan.
Didikan yang
dibawa Nabi Muhammad SAW memang bukan hanya sekedar pengajaran semata-mata. Beliau memberi contoh
dengan perbuatan dan tingkah lakunya, bukan hanya menyuruh atau menganjurkan
yang ia sendiri tidak melakukannya. Memang prinsip hidup sederhana semacam
itulah yang sangat menonjol dalam kehidupan Nabi dan prinsip ini pula yang
sangat sangat dipegang teguh dan dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW. Bahkan
beliaupun sempat memberikan ajaran tentang batas antara kaya dan miskin. Beliau
menetapkan: “Barangsiapa di pagi hari merasa aman di rumahnya, merasa sehat
badan dan melihat cukup makanannya untuk sehari, maka seakan-akan Tuhan telah
mengaruniakan kepada orang itu, seluruh dunia seisinya”. Oleh karena itu,
Utsman bin Affan menetapkan ukuran hidup sepanjang sejarah Nabi SAW, bahwa tak
ada seorang manusiapun yang mempunyai hal lebih dari tiga perkara: rumah untuk
didiami, pakaian untuk menutupi aurat, dan sepotong roti serta segelas air
minum.
Ajaran ini
dipraktikkan oleh sahabat-sahabat Nabi SAW. Tatkala ada seorang sahabat
bertanya kepada Abdullah bin Umar: “Apakah kami termasuk orang fakir?”.
Katanya: “Apakah kamu mempunyai tempat tinggal?” jawabnya: “Ya”,
maka kata Abdullah bin Umar: “Engkau termasuk orang kaya”. Kata orang
itu lagi: “Bahkan aku punya seorang pelayan”. Lalu jawab Abdullah bin
Umar: ”Jika demikan engkau termasuk golongan raja-raja.”
Gambaran kehidupan sufi pada masa zaman Nabi yang dipraktikkan
langsung oleh Nabi Muhammad SAW sendiri dan diikuti oleh para sahabatnya dalam
kehidupan sehari-hari. Kehidupan sufi nabi inilah yang mempengaruhi para
sahabatnya dalam kehidupan mereka sehari-hari dan keadaan ini berlanjut terus
dengan diikuti para Tabi’i Tabi’it Tabi’in sampai sekarang. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa nabi telah memberikan contoh dan sekaligus meletakkan
dasar hidup kerohanian dan tarekat bagi para pengikutnya sepanjang zaman.
Sebagai bukti
nyata bahwa kehidupan sufi yang telah dipraktikkan langsung oleh nabi sangat
berpengaruh pada kehidupan para sahabatnya.
Hal ini dapat dilihat dari suasana kehidupan para sahabat beliau yang hidup
secara sangat sederhana dan bahkan serba kekurangan, tetapi dalam diri mereka
memancar semangat beribadah. Hal ini tampak dalam kehidupan para sahabat
beliau, seperti Abu Hurairah, Abu Darda’, Salman al-Farisi, Abu bakar Ash
Shiddiq, Umar-bin Khathab, Utsman bin Affan, Ali Bin Abi Thalib, Thalhah,
Abdullah bin Umar dan sebagainya.
Dan perkembangan
sufi kemudian dilanjutkan oleh generasi dari kalangan Tabi’in, diantaranya adalah
Imam Hasan Basri, seorang ulama’besar Tabi’in murid dari Hudzaifah al-Yamani
beliau inilah yang pertama-tama mendirikan pengajian tasawuf di kota Bashrah. Diantara
murid-murid beliau yang dididik dalam madrasah tasawuf pertama adalah Malik bin
Dinar, Tsabit al-Banay, Ayub al-Saktiyany dan
Muhammad bin Wasi’.
Setelah berdirinya madrasah tasawuf pertama di Bashrah lalu disusul
dengan berdirinya madrasah di tempat lain, seperti di Iraq yang dipimpin oleh
seorang tokoh ulama kalangan Tabi’in lainnya yang cukup terkenal yaitu Said bin
Musayyab dan di Khurasan pula berdiri madrasah tasawuf yang dipimpin oleh
Ibrahim bin Adham. Dengan berdirinya madrasah-madrasah ini menambah jelas
kedudukan dan kepentingan tasawuf dalam masyarakat Islam yang sangat memerlukannya.
Sejak itulah pelajaran ilmu tasawuf
telah mendapatkan kedudukan yang tetap dan tidak akan terlepas dari
masyarakat Islam sepanjang masa.
Para penyebar
agama Islam pada umumnya terdiri dari kalangan ulama’ sufi, maka dengan
sendirinya ajaran yang dibawanya dipengaruhi oleh ilmu tasawuf. Dengan
demikian, para da’i Islam tersebut juga secara langsung mengembangkan ajaran
tarekatnya diberbagai daerah yang menjadi sasaran dakwahnya. Pada akhirnya
ajaran tasawuf tersebar berkembang dengan cepat sejalan dengan perkembangan
agama Islam itu sendiri.
B.
Praktik
Sufistik Para Sahabat
Kehidupan dan ucapan para sahabatpun merupakan sumber tempat
menimba para sufi. Kehidupan dan ucapan mereka menunjukkan adanya sikap zuhd
(arketisisme), kehidupan sederhana dan kepasrahan kepada Allah SWT. Tindakan
para sahabat sehari-hari sungguh mengikuti jejak Nabi dalam semua ucapan dan
tindakan mereka.
Berikut beberapa
sahabat terpilih yang amalan dan ucapan mereka menjadi sumber ajaran tasawuf :
1.
Abu
Bakar al-Shidiq
Abu Bakar merupakan salah seorang yang asketis, sehingga
diriwayatkan bahwa selama 6 hari dalam seminggu ia selalu dalam keadaan lapar.
Baju yang dimiliki tidak lebih dari satu, beliau pernah berkata : Jika
seorang hamba begitu terpesona oleh suatu pesona dunia, Allah membencinya
sampai ia meninggalkannya”. Beliau pernah memegang lidahnya seraya berkata
: “Lidah inilah yang senantiasa mengancamku.” Selanjutnya beliau berkata
: “Apabila seorang hamba telah dihinggapi ujub, karena sutu kemegahan dunia
ini, maka Tuhan akan murka kepadanya sampai kemegahan itu diceraikannya.”
Tentang arti takwa, yakin dan rendah hati, dapat disimak dari
ungkapannya : “Kami mendapat kedermawanan dalam takwa, kecukupan dalam
yakin, dan kehormatan dalam rendah hati.” Kemudian tentang ma’rifat, beliau
berkata : “Barang siapa merasakan sesuatu dari pengenalan terhadap Allah
secara murni, dia akan lupa segala sesuatu selain Allah, dan menyendiri dari
semua manusia.” Al-Junaid dalam penuturannya tentang Abu Bakar, berkata : “Ungkapan
terbaik dalam hal tauhid adalah ucapan Abu Bakar al-Shidiq : Maha suci Zat yang
tidak menciptakan jalan bag makhluk untuk mengenal-Nya, melainkan
ketidakmampuan mengenal-Nya.”
Tatkala Abu Bakar dipilih menjadi khalifah pertama, beliau
mengucapkan kata-kata yang menunjukkan kejujuran, keikhlasan, dan kerendahan
hatinya. Beliau berucap : “Sekarang aku telah kamu angkat menjadi kepala
negara. Tetapi ketahuilah bahwa keangkatan itu aku terima, bukan karena aku
yang terbaik diantara kalian. Oleh karena itu, ika aku benar dalam politik dan
kebjaksanaanku, sokong dan bantulah aku, tetapi jika aku salah dan menyimpang
daripada ajaran Allah dan sunnah Rasul, perbaikilah kesalahanku itu. Benar itu
adalah kejujuran dan salah itu adalah penghianatan. Yakinlah orang yag lemah
menjadi kuat padaku dengan membela haknya yang benar, sebaliknya orang yang
kuat akan menjadi lemah padaku, jika ia dzalim. Waspadalah dan teruskanlah
jihad kalian dalam membela kebenaran Tuhan.
2.
Umar
bin Khattab
Di samping Abu Bakar, Umar bin Khattab pun terkenal dengan
kebeningan jiwa kebersihan kalbunya, sehingga Rasulullah SAW bersabda: “Allah
telah menjadikan kebenaran pada lidah dan kalbu Umar”. Dia terkenal dengan
kesederhanaannya. Diriwayatkan, pada suatu ketika setelah dia menjabat sebagi
khalifah, dia berpidato dengan memakai baju bertambal dua belas sobekan. Dan
diriwayatkan, pada suatu hari beliau pernah terlambat datang ke masjid sehingga
terlambat pula dilaksanakan shalat fardhu secara berjamaah, karena biasanya
beliaulah yang menjadi imam. Salah satu seorang temannya bertanya, kenapa
terlambat datang. Beliau menjawab: “Kain saya sedang dicuci dan tidak ada
lagi yang lainnya.”
Umar adalah seorang sahabat terdekat dan setia kepada Rasulullah
SAW. Kebrilianan beliau dalam berpikir dan memahami syariat Islam diakui
sendiri oleh Nabi SAW. Bahkan beliau adalah salah seorang sahabat yang
dinyatakan Rasulullah SAW akan masuk surga. Seperti kita kenal, Umar bin
Khattab diberi gelar Amirul Mukminin, namanya harum dan kesohor karena
keberanian beliau melakukan ijtihad.
Dalam keterangan tentang peneladanan para sufi terhadap Umar bin
Khattab, al-Tusi menulis: “Dalam berbagai hal para sufi banyak meneladani
Umar. Diantaranya ialah sifatnya yang memakai pakaian bertambal, sikapnya yang
tegas, tindakannya dalam meninggalkan hawa nafsu, tindakannya dalam
meninggalkan hal-hal yang meragukan (syubhat), kekeramatan yang dimilikinya,
ketegarannya terhadap yang salah ketika kebenaran telah tampak, ketangguhannya
dalam menegakkan kebenaran, tindakannya dalam menyamaratakan hak-hak orang yang
dekat ataupun jauh dan keteguhannya yang tak tergoyahkan dalam ketaatan.”
3.
Usman
bin Affan
Usman bin Affan telah masuk Islam pada awal kelahirannya atas ajakn
Abu Bakar al-Shidiq. Beliau banyak sekali membantu perjuangan Rasulullah SAW.
Setiap kali ada peperangan yang dipimpin oleh Raslullah SAW beliau selalu ikut
serta, kecuali pada perang Badar. Karena beliau sedang mengurusi istrinya,
Ruqayyah binti Muhammad SAW yang sedang menderita sakit hingga sampai ajalnya.
Usman bin Affan dikenal sebagai Zu al-Nurain, sebab beliau
dikawinkan dengan Ruqayyah dan Ummi Kulsum, keduanya putri Rasulullah. Beliau
juga termasuk salah sorang sahabat Nabi SAW yang diberi kabar gembira yaitu
yang dijanjikan masuk surga. Dalam mencari rezeki, beliau tidak lupa terhadap
amalan-amalan kerohanian. Membaca Al-Qur’an menjadi kegemaran beliau.
Sebagaimana kita kenal dalam
sejarah Islam, Usman bin Affan terbunuh sewaktu beliau membaca
Al-Qur’an. Oleh para sufi, kasus pembunuhan beliau itu diinterpretasikan secara
khusus. Misalnya saja, al-Tusi di dalam karyanya al-Luma’ berkata: “Diantara
berbagai hal yang menunjukkan keitimewaannya dalam kamapanan, keteguhan dan
kelurusannya ialah kisah bahwa pada hari ketika dia terbunuh, dia sama sekali
tidak beranjak dari tempatnya. Bahkan dia tidak megizinkan seorangpun
berperang. Dia tidak melepaskan mushaf dari pangkuannya sampai dia
menghembuskan nafas terakhir, sementara darah memercik ke atas mushaf itu dan
beliau sendiri bersimpah darah. Percikan darah itu mengena pada ayat: Maka
Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui (QS. 2:137)”.
Diantara capan-ucapan Usman bin Affan yang menggambarkan ajaran
tasawuf adalah: “Aku dapatkan kebajikan terhimpun dalam empat hal. Pertama,
cinta kepada Allah. Kedua, sabar dalam melaksanakan hukum-hukum Allah. Ketiga,
reda dalam menerima takdir (ketentuan) Allah. Keempat, malu terhadap pandangan
Allah.”
4.
Ali
bin Abi Thalib
Khalifah keempat ini tidak kalah mashurnya dalam kehidupan
kerohanian. Pekerjaan dan cita-citanya yang besar menyebabkan dia tidak peduli
bahwa pakaiannya sobek, lantas dijahitnya sendiri. Beliau adalah pahlawan
besar, penakluk perang Khaibar. Karenanya beliau diberi gelar Asadullah (singa
Allah).
Ali bin Abi Thalib dalam pandangan kaum sufi, secara khusus
mempunyai kedudukan tersendiri. Dalam hal ini, Abu Ali al-Ruzabari berkata: “Dia
dianugerahi ilmu ladunni, yaitu ilmu yang secara khusus dianugerahkan kepada
manusia tetentu seperti kepada Khidr”, sebagaimana firman Allah SWT dalam
QS. 18: 65 “Dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami”
Dikatakan, Ali bin Abi Thalib adalah sahabat Nabi SAW yang adil dan
bijaksana. Beliau hidup dengan pola seerhana, pernah satu bulan hanya memakan
tiga buah kurma setiap hari. Menurut Ibn Uyainah serta Imam al-Syafi’i, beliau
sahabat Nabi SAW yang paling Zuhd. Sikap Zuhd tersebut boleh jadi
dampak dari didikan Rasulullah SAW kepada keluarganya. Beliau dipandang oleh
ahli sufi sebagai orang yang banyak menerima ilmu-ilmu istimewa langsung dari
Nabi SAW.
BAB III PENUTUP
A.
Simpulan dan Saran
Simpulan dari pemaparan makalah ini bahwa sesungguhnya pertumbuhan
dan perkembangan tasawuf itu sama dengan pertumbuhan dan perkembangan Islam itu
sendiri. Kehidupan tasawuf tumbuh dan berkembang bersamaan dengan tumbuh dan
berkembangnya agama Islam mulai sejak
zaman Nabi Muhammad SAW. Bahkan sebelum Nabi Muhammad SAW diangkat secara resmi
oleh Allah SWT sebagai Rasul-Nya.
Gambaran kehidupan sufi pada masa zaman Nabi yang dipraktikkan
langsung oleh Nabi Muhammad SAW sendiri dan diikuti oleh para sahabatnya dalam
kehidupan sehari-hari. Kehidupan sufi nabi inilah yang mempengaruhi para
sahabatnya dalam kehidupan mereka sehari-hari dan keadaan ini berlanjut terus
dengan diikuti para Tabi’i Tabi’it Tabi’in sampai sekarang.
Beberapa sahabat terpilih yang amalan dan ucapan mereka menjadi
sumber ajaran tasawuf antara lain Abu Bakar al-Shidiq, Umar bin Khattab, Usman
bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.
Demikianlah
paparan makalah ini, kami menyadari masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,
kami mohon saran dan kritik yang membangun guna menyempurnakan makalah. Semoga
makalah ini bermanfaat. Sekian dan terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar